Misteri Pembunuhan Berantai

KORAN pagi kini telah menjadi sesuatu yang sangat penting bagi Benny. Lewat koran pagi itulah dia bisa membaca semua kejadian di sekelilingnya. Bukan cuma berita peresmian gedung-gedung swalayan baru atau berita tentang kecelakaan lalu lintas di jalanan yang semakin padat, tapi juga tentang terbunuhnya teman-temannya.

Lewat koran pagi itulah dia pertama kali mengetahui kalau Farid telah tewas terbunuh di rumahnya. Rupanya ancaman lewat SMS itu benar-benar tak main-main. Benny sudah agak lega ketika Farid tak kunjung terbunuh setelah mendapatkan SMS itu. Tapi rupanya arwah Wulan, atau siapapun pembunuh gila itu, terus mengincar korbannya. Sudah tiga orang yang dibantainya dengan keji. Siapa lagi sesudah ini?
   
Dan berita di koran pagi ini benar-benar menyentakkannya di meja makan. Benny nyaris tak percaya dengan berita itu. Firdha ditemukan tewas dalam sebuah mobil Phanter dengan isi perut berhamburan. Dan yang paling membuat Benny terkejut setengah mati adalah ketika tahu bahwa tempat terbunuhnya Firdha itu adalah mobil milik Joshep!

Benny menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tidak percaya. Dia kembali memandangi foto-foto lokasi kejadian yang dimuat dalam koran itu. Benny benar-benar yakin kalau mobil Phanter itu milik Joshep. Sudah ratusan kali Benny melihat bahkan menaiki mobil itu. Ia yakin sekali dengan penglihatannya. Nomor platnya semakin mengukuhkan keyakinan Benny kalau mobil itu benar-benar milik Joshep!
   
Benny memang telah mencurigai Joshep. Tapi sesungguhnya kecurigaannya tidaklah sejauh ini. Benny memang sudah menduga kalau Joshep menyembunyi-kan sesuatu. Tapi Joshep sebagai pelaku pembunuhan berantai? Benny kembali menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tidak percaya. Lalu dimana Joshep sekarang?

Bagaimana dia harus menjelaskan semua ini? Kalau dia telah membunuh Firdha, rasanya sangat mungkin bila Josheplah yang juga telah membunuh teman-temannya. Benarkah itu? Rasanya Benny ingin sekali ketemu Joshep dan mendengarnya mengatakan ‘tidak’ meski Benny merasa dia pasti sulit untuk mempercayainya.
   
Apakah Wawan telah mengetahui berita ini? Dengan sigap Benny kemudian berlari menuju meja telepon dan segera memencet nomor telepon rumah Wawan. Entah mengapa, mereka jadi terasa lebih dekat setelah adanya kejadian-kejadian ini.
   
“Halo, Wan?” sapa Benny begitu telepon di rumah Wawan diangkat dan suara wawan terdengar.
   
“Ya?”
   
“Ini Benny, Wan.”
   
“Selamat pagi, Ben. Aku yakin makan pagimu agak terganggu ya?”
   
“Aku malah tidak berselera sama sekali. Sudah baca berita tentang Joshep ya?”
   
“Kamu percaya itu, Ben?”
   
“Rasanya sulit untuk percaya, Wan. Tapi si Joshep itu ternyata tak secerdas yang kubayangkan. Dia malah meninggalkan mobilnya di lokasi pembunuhan-nya!”
   
“Berita di teve malah menyebutkan lebih dari itu, Ben.”
   
“Oh ya?”
   
“Joshep ternyata memanggil Firdha lewat ponselnya saat dia sedang bersama teman kencannya di hotel. Teman kencan Firdha ini yang kemudian memberitahu polisi kalau Josheplah yang mengundang Firdha untuk datang ke Jembatan Hilir. Mobil yang dipakai Firdha untuk menemui Joshep itu juga milik teman kencannya.”
   
“Gila, bagaimana mungkin Joshep bisa segoblok itu? Dia terlalu banyak meninggalkan jejak!” Benny menggelengkan kepalanya dengan takjub. “Menu-rutmu, Wan, dimana Joshep saat ini?”
   
“Aku tidak bisa membayangkannya, Ben. Berita di teve hanya menyebutkan kalau Joshep telah menghilang dan saat ini polisi sedang sibuk memburunya.”
   
“Wan, kamu masih yakin kalau pelaku pembunuhan berantai ini adalah arwah Wulan yang gentayangan?”
   
Wawan terdiam mendengar pertanyaan itu.
   
Benny masih mendesak. “Kamu masih belum percaya kalau Josheplah yang membunuh teman-teman kita?”
   
“Setelah melihat semua ini, Ben, aku jadi ragu…”
   
“Terus-terang, Wan, aku sekarang malah berharap bukan Joshep yang melakukan semua ini. Aku tidak bisa membayangkan dia harus dijatuhi hukuman mati karena perbuatannya ini. Bagaimana pun dia sahabat kita.”
   
Bersambung ke: Misteri Pembunuhan Berantai (49)