Misteri Pembunuhan Berantai

Mereka kemudian sama-sama terdiam beberapa saat. Ingatan mereka akan persahabatan yang telah lama terjalin membuat masing-masing merasakan suatu perasaan yang tak karuan. Bagaimana harus menyikapi sebuah rangkaian pembunuhan yang sadis kalau sang pembunuhnya justru orang yang begitu dekat dengan kita?
   
Wawanlah yang kemudian membuka suara. “Kalau Joshep sampai tertangkap, dia pasti akan membeberkan semuanya. Aku jadi ingin tahu bagaimana dia akan menjelaskan semua ini.”
   
“Tapi sekarang dia masih bebas berkeliaran. Yang aku takutkan, Wan, kalau Joshep masih memburu kita…!”
   
“Maksudmu?”
   
“Kalau memang benar Joshep yang membunuh Firdha, Hakim, Rexi dan Farid, rasanya masuk akal sekali kalau dia pun akan membunuh kita pula. Sekarang yang tinggal cuma aku, kamu dan Henry.”
   
“Tapi dia tak punya alasan untuk membunuh kita, Ben.”
   
“Dia juga membunuh yang lain tanpa alasan, Wan. Setidaknya kita tidak tahu apa alasannya!”

***

BEGITU meletakkan telepon di tempatnya semula, Benny masih berdiri mematung. Angannya masih melayang-layang membayangkan Joshep yang kini tengah diburu polisi. Benarkah Joshep pelakunya? Pertanyaan itu menjadi sebuah beban berat yang kini menghimpit dalam pikirannya.

Segala kisah yang tengah terjadi ini begitu cepat berjalan dan Benny merasa kesulitan untuk memahaminya satu-persatu, juga bingung untuk menjelaskan bagaimana semua ini harus dirangkai. Seperti sebuah puzzle, semua gambar harus direkatkan pada tempatnya hingga benar-benar bisa dilihat sebagai sebuah keutuhan. Tapi Benny benar-benar merasa kesulitan bila harus merangkaikan semua yang terjadi ini hingga bisa dipahaminya dengan akal sehat.
   
Pikirannya kemudian kembali melayang pada Wulan. Ya, semuanya berawal dari Wulan dan kejadian malam tak terlupakan itu. Kemudian datangnya SMS yang mengancam lewat ponsel. Lalu kematian Hakim dan Rexi. Benny juga tak melupakan tentang paranormal yang mereka datangi, yang memperingatkan agar Farid mewaspadai teman-temannya hingga mereka kemudian saling curiga satu sama lain. Lalu Farid terbunuh di rumahnya sendiri dan Firdha, seseorang yang mereka anggap di luar lingkaran, juga terbunuh.

Yang paling menggusarkan adalah, Firdha terbunuh di dalam mobil milik Joshep! Puzzle ini berawal dari Wulan dan berakhir dengan Joshep. Tapi bagaimana Benny harus merangkainya agar semuanya pas dalam pikirannya? Bahkan teori tentang arwah Wulan yang penasaran dan gentayangan melakukan pembalasan dendam pun semakin menjadi tak masuk akal dalam pikiran Benny. Apakah…
   
Lamunan Benny terhenti saat mamanya menepuk pundaknya dengan lembut. “Pagi-pagi sudah melamun, Ben?”
   
Benny sedikit terperanjat, lalu berusaha untuk tersenyum.
   
“Nggak kuliah?” tanya mamanya lagi.
   
“Nanti berangkat jam sepuluh, Ma.”
   
“Kalau begitu Mama berangkat dulu ya. Jangan lupa kunci pintu bila nanti berangkat kuliah.”
   
Benny mengangguk seperti biasa, dan mamanya pun segera berlalu. Dialog-dialog monoton seperti ini rasanya tak berbeda dengan sebuah kaset yang diputar terus-menerus. Kadang Benny merasa bosan dengan rutinitas yang memuakkan dan penuh dengan kemunafikan semacam ini.

Setiap hari mereka saling menunjukkan kesantunan dan seolah saling memperhatikan. Benny harus nampak seperti seorang anak yang patuh dan manis, sementara mamanya selalu berusaha untuk nampak sebagai seorang ibu yang baik dan penuh perhatian. Dan begitu mereka keluar dari rumah, segalanya pun berubah. Benny menjadi anak nakal yang seakan bebas tanpa batas, dan mamanya menjadi seorang perempuan yang seakan lupa dengan anaknya.

Sudah beberapa kali Benny menyaksikan dengan mata kepala sendiri mamanya masuk ke hotel dengan seorang lelaki yang usianya jauh lebih muda. Perceraian papa-mamanya dulu juga disebabkan oleh hal itu.

Benny lebih memilih tinggal dengan mamanya karena merasa mamanya lebih mapan dalam hidup dan Benny sudah sangat paham akan hal itu saat harus memilih antara papa dan mamanya. Sebagai seorang pemilik perusahaan warisan, mamanya jelas selalu bergelimang dengan kemewahan dibanding dengan papanya yang ‘hanya’ seorang dosen di perguruan tinggi tak terkenal.
   
Bersambung ke: Misteri Pembunuhan Berantai (50)