Misteri Villa Berdarah

Heru masih mengamat-amati bekas-bekas darah yang terseret itu. Dengan perasaan berdebar-debar diikutinya bekas seretan darah itu dengan pandangan matanya, lalu samar-samar Heru menyaksikan sosok yang tergeletak di lantai dapur yang tak terlalu jauh dari tempatnya berdiri. Dengan takut-takut didekatinya sosok tubuh yang tergeletak itu, dan seketika jantungnya berdetak lebih keras. Edi telah terbujur kaku dengan tubuh bermandikan darah. Sama seperti Ricky, lehernya menganga dengan darah yang membanjir di sekitar tubuhnya.

Secepat kilat Heru segera meninggalkan tempat itu dan buru-buru berlari ke ruang depan. Dia sempat menabrak salah satu kursi di ruang tengah dan jatuh bersama kursi yang jungkir-balik. Heru memaki-maki tak karuan sementara lilinnya terlepas dari tangannya. Lilin itu tergeletak di lantai namun untungnya apinya tetap menyala.

“Jef..!” seru Heru dengan panik tak karuan saat akhirnya sampai di ruang depan. “Villa ini mungkin memang benar-benar angker! Edi mati! Dia seperti Ricky!”

Jefry yang melihat keadaan Heru yang kacau itu nampak melongo dengan bingung. “Edi mati? Terbunuh?!”

“Iya! Mayatnya ada di dapur,” jawab Heru dengan tampang yang kacau.

“Si-siapa yang membunuhnya, Her?” tanya Jefry dengan kacau pula.

“Aku tidak tahu!”

“Kamu tidak tahu?!” ulang Jefry dengan terkejut. “Kan kamu sama dia?!”

“Iya, tapi kami terpisah saat aku memasuki kamar tempat mayat Aryo.” Heru mencoba menjelaskan dengan kacau. “Kupikir dia ada di kamar mandi. Tapi kemudian aku mendapati mayatnya ada di dapur. Dia...seperti Ricky, lehernya menganga...”

“Oh, shit!” rutuk Jefry dengan putus asa. “Ada apa sebenarnya di villa ini?”

Heru duduk dengan napas terengah-engah di atas sofa, dan dia baru menyadari kalau Renata yang tadi nampak shock itu kini telah terkulai pingsan di atas sofa. Heru menengok ke kanan-kirinya namun tak didapatinya Cheryl di sana.

“Jef, mana Cheryl...?!” tanyanya kemudian dengan bingung.

“Dia menyusulmu.”

“Apa...?!”

“Tadi dia bilang kalau dia butuh ke kamar mandi.” Jefry menjelaskan dengan jengkel. “Aku sudah mencoba menahannya, tapi Cheryl sepertinya sudah tak tahan untuk buang air kecil. Akhirnya dia pergi dan aku tidak tahu sekarang dia ada dimana.”

“Oh, sialan,” rutuk Heru. “Kenapa dia harus pergi?!”

Heru seperti akan beranjak bangkit lagi dari kursinya, tetapi Jefry segera menahannya, “Her! Kamu tidak bisa meninggalkan aku seperti ini! Tetaplah di sini!”

“Tapi Cheryl...”

“Dia pasti kembali. Dia hanya butuh ke kamar mandi!”

Heru jadi ragu-ragu. Dilihatnya tubuh Renata yang terkulai pingsan dalam keadaan tak nyaman. Separuh tubuhnya menyandar pada sofa, sementara separuh tubuhnya yang lain terkulai ke lantai. Sofa yang panjang telah ditempati tubuh Nirina yang juga telah pingsan.

“Jef, sebaiknya bawa Renata ke kamar saja,” usul Heru. “Kasihan sekali kalau dia seperti itu...”

Jefry menatap tubuh pacarnya dengan prihatin, lalu berpaling pada Heru, “Bantu aku, Her.”

Mereka pun lalu mengangkat tubuh Renata yang terkulai pingsan dan menggotongnya menuju ke salah satu kamar. Heru memegangi bagian atas tubuh Renata dengan kedua tangannya, sementara Jefry menyangga kedua kaki Renata dengan satu tangan. Tangannya yang lain memegangi sebatang lilin yang menyala. Di muka pintu kamar, Heru segera membuka pintunya dengan agak susah, lalu mereka membaringkan tubuh Renata di atas springbed yang ada di sana.

“Sebaiknya Nirina juga dibawa kesini,” kata Heru kemudian. “Di sini lebih hangat dibanding di luar...”

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (55)