Ketua pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan, penggunaan kompor listrik akan menambah pengeluaran masyarakat.  
 
Meski, kata dia, pemakaian kompor induksi bisa efisien karena bisa hemat energi hingga 48 persen, tetapi pada akhirnya konsumen bisa lebih boros.  
 
Ia berkeyakinan untuk memenuhi keperluan rumah tangga digunakan jenis dua kompor, yakni gas elpiji 3 kilogram (kg) dan kompor listrik.

"Kompor gas masih diperlukan untuk antisipasi bila listrik PLN mati. Jika sedang memasak, tapi listrik mati dan tidak ada kompor gas elpiji? Ini bisa memicu dobel pengeluaran," kata Tulus.
 
Ia menegaskan, seharusnya untuk pengendalian subsidi gas elpiji 3 kg pemerintah bisa memilih opsi pola distribusi tertutup pada gas elpiji tersebut.  
 
Menurutnya, melambungnya subsidi gas elpiji 3 kg disebabkan adanya inkonsistensi pemerintah dalam distribusi gas elpiji subsidi yang bersifat terbuka alias siapapun boleh membelinya.  
 
"Inilah yang menjadikan alokasi subsidi gas elpiji 3 kg menjadi makin boncos," ucapnya.  
 
Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengklaim, ada penghematan biaya dari konversi gas elpiji ke kompor listrik.
 
"Gas elpiji yang dikonversi ke kompor listrik terdapat penghematan biaya sekitar Rp8.000 per kilogram gas elpiji," ujarnya.  
 
Selain itu, kata Darmawan, dengan konversi ini juga diharapkan dapat mengubah pemakaian energi yang mahal menjadi energi yang murah sehingga bisa terjangkau semua kalangan.
 
"Untuk itulah kami mendukung program kompor listrik dengan mempertimbangkan eco lifestyle, PLN melihat ada pergeseran gaya hidup ke penggunaan listrik," katanya.