Yang Berbicara dan yang Berpikir

Pagi itu Nasruddin sedang jalan-jalan ke pasar dan mendapati ada orang yang menjual seekor burung dan laku seharga dua puluh dirham. Nasruddin berpikir kalau si penjual burung itu sangat beruntung karena bisa memperoleh harga semahal itu. Maka Nasruddin pun jadi punya keinginan untuk menjual ayam yang dimilikinya agar bisa memperoleh keuntungan besar serupa.

Siang harinya, Nasruddin kembali ke pasar dengan membawa ayamnya. Dia tawar-tawarkan pada para pembeli yang ada di sana, namun rata-rata orang yang berminat hanya menawarnya seharga lima dirham. Nasruddin masih bersabar dan menunggu orang yang akan mau memberikan penawaran yang tinggi, namun sampai sore tiba tetap tak ada yang berani menawarnya lebih dari lima dirham.

Setelah capek dan kecewa karena ayamnya tidak juga laku sampai sore hari, Nasruddin pun tak tahan lagi. Dia muntahkan amarahnya pada orang-orang di pasar.

“Perdagangan macam apa ini…???” seru Nasruddin dengan gusar. “Tadi pagi aku melihat seekor burung saja bisa laku dua puluh dirham. Tetapi ayamku yang besar dan indah ini hanya ditawar lima dirham!”

Seorang pedagang yang ada di sana kemudian mendekati Nasruddin dan menjelaskan, “Begini, mungkin kau telah salah paham. Burung yang kau lihat dijual tadi pagi dengan harga dua puluh dirham itu burung beo. Itu burung istimewa, karena bisa berbicara, hingga bisa laku dengan harga mahal.”

Mendengar penjelasan itu, Nasruddin menatap ayamnya yang ada di kepitan ketiaknya, lalu berkata, “Kalau burung itu bisa berbicara, ayamku ini malah bisa berpikir...!”