Objek Kesalahan

Malam sudah agak larut ketika Nasruddin bersama istrinya pulang dari acara pesta perkawinan di kampung sebelah. Ketika memasuki rumah, mereka mendapati kalau rumah dalam keadaan berantakan dan ada beberapa barang yang hilang. Jelas sudah kalau rumah mereka baru saja dimasuki pencuri dan ada beberapa barang milik mereka yang berhasil diambil oleh si pencuri.

Kejadian mengenai pencurian di rumah Nasruddin pun segera tersiar di antara para tetangga, dan mereka segera keluar dari rumah untuk melihat keadaan rumah Nasruddin.

“Ini semua salahmu,” kata istri Nasruddin menyalahkan suaminya. “Kau selalu merasa yakin kalau pintu rumah sudah terkunci sebelum kita pergi. Kau selalu malas untuk mengeceknya kembali. Akibatnya jadi seperti ini!”

Para tetangga yang berkerumun di sekitar rumah Nasruddin pun jadi ikut-ikutan berkomentar.

“Sepertinya pintu rumahmu ini tidak terkunci, Nasruddin,” kata seorang tetangga. “Bagaimana mungkin kau bisa meninggalkan rumah tanpa terkunci?”

“Iya,” sahut tetangga yang lain, “kenapa kau tidak membayangkan apa saja yang dapat terjadi atas keteledoran semacam itu?”

“Kunci pintunya juga sepertinya sudah rusak,” ujar tetangga yang lainnya lagi. “Kenapa kau tak terpikir untuk mengganti atau memperbaikinya?”

“Ini memang akibat keteledoran juga kemalasanmu, Nasruddin.” Tetangga yang lain lagi ikut berkomentar.

“Sebentar,” ucap Nasruddin. “Tentunya aku bukan satu-satunya orang yang bisa kalian salahkan.”

“Lalu siapa lagi yang harus disalahkan kalau bukan kau sendiri?” sahut istri dan para tetangganya dengan gemas.

“Bagaimana dengan pencuri itu?” kata Nasruddin.