Jangan Terlalu Dalam

Untuk suatu keperluan perjanjian yang penting, Nasruddin merasa kalau dia harus mengurusnya di pengadilan agar surat perjanjian itu memiliki kekuatan hukum yang kuat. Namun hakim di kotanya selalu saja mengatakan belum memiliki waktu setiap kali Nasruddin mendatanginya dan mengutarakan maksudnya. Satu kali dua kali ditolak, Nasruddin masih mencoba bersabar dan memaklumi kesibukan sang hakim. Namun setelah ditolak berkali-kali, Nasruddin pun akhirnya menyadari kalau sang hakim di kotanya itu rupanya meminta suap untuk melancarkan urusannya.

Tetapi suap-menyuap dilarang agama, pikir Nasruddin. Dia tak mau melakukan perbuatan yang diharamkan itu, namun urusannya semakin mendesak untuk diselesaikan. Maka Nasruddin pun memutuskan untuk melemparkan keputusan itu kepada sang hakim sendiri.

Yang dilakukan Nasruddin kemudian adalah menyiapkan sebuah periuk berukuran besar, lalu diisinya dengan kotoran sapi hingga hampir penuh. Lalu di bagian atasnya dioleskannya mentega setebal beberapa centimeter. Setelah itu, dibawanya periuk besar itu ke kantor sang hakim.

Ketika menyaksikan periuk yang dibawa Nasruddin itu, sang hakim pun segera saja punya waktu, tidak sibuk lagi seperti sebelumnya. Dia pun menyambut kedatangan Nasruddin dengan ramah dan segera saja membubuhkan tandatangannya sebagaimana yang diminta oleh Nasruddin.

“Pak Hakim,” ujar Nasruddin setelah suratnya ditandatangani, “apakah pantas Anda mengambil periuk itu sebagai ganti tanda tangan Anda?”

Sang hakim tersenyum penuh arti. “Uh, jangan terlalu dalam memikirkannya, Nasruddin,” jawabnya sambil mencolek mentega di dalam periuk itu dan mencicipinya. “Hm, enak sekali mentegamu ini.”

“Ya, Pak Hakim,” sahut Nasruddin sambil tersenyum penuh arti. “Tapi sama seperti yang Anda katakan tadi, jangan terlalu dalam mencolek menteganya.”