Partisipasi

Harto adalah pemuda lugu, namun memiliki ketertarikan dengan isu-isu politik yang tengah beredar. Ketika itu si Harto ini sedang gandrung dengan kata ‘Partisipasi’. Karenanya, dalam obrolan sehari-hari, dia tak pernah lupa untuk mengutip kata itu. Kalau ada temannya yang akan pergi ke luar kota, biasanya Harto akan mengatakan, “Hati-hati ya di sana. Maaf aku tidak bisa berpartisipasi apa-apa.” Kalau ada tetangganya yang tengah membangun rumah, maka Harto pun akan mendatanginya dan menanyakan, “Aku ingin ikut berpartisipasi, apa yang bisa aku bantu?”

Suatu hari, si Harto menikah dengan seorang gadis di kampungnya. Berbeda dengan Harto yang lugu, gadis itu sangat terkenal dalam pergaulannya dan telah banyak pengalaman dalam hubungan cinta.

Dua bulan semenjak menikah, istri Harto mengatakan padanya, “Mas, aku senang sekali, karena sekarang aku mulai hamil.”

Harto berbinar-binar mendengar itu. “Aku juga bahagia, Dik,” ujarnya. “Tak kusangka kalau secepat itu. Banyak lho pasangan yang sudah menikah sampai bertahun-tahun tapi belum diberi anak. Kita termasuk cepat ya...”

“Tapi belum tentu juga, Mas,” sahut istrinya.

“Belum tentu bagaimana?”

“Ya belum tentu juga, tanpa partisipasi teman-temanmu.”