TikTok kini berubah menjadi platform di mana banyak pengguna menemukan komunitas, mempelajari resep masakan baru, menemukan musik, hingga memperoleh pendapatan. 

'TikToker' atau 'selebtok' menjadi istilah untuk menyebut kreator TikTok yang kerap mendapat kontrak dari brand untuk mempromosikan barang dan jasa dengan imbalan duit.

Selain itu, pendapatan juga bisa didapat dari Gift atau saweran yang diberikan warganet ketika mereka Live. Bahkan, bagi bisnis UMKM, TikTok berperan penting untuk mempromosikan jualan mereka ke pasar yang lebih luas.

Namun, baru-baru ini ancaman larangan penggunaan TikTok oleh pemerintah AS menimbulkan kekhawatiran. Terutama di kalangan influencer dan pebisnis UMKM. Pasalnya, hilangnya aplikasi populer tersebut berisiko mengancam kelangsungan pekerjaan dan komunitas mereka.

Menanggapi hal ini, salah satu kreator konten yang punya toko buku Carrie Deming, mengatakan bahwa larangan TikTok tidak akan membuat toko miliknya gulung tikar.

"Larangan itu akan membuat bisnis jauh lebih sulit," kata dia, dikutip dari Wall Street Journal.

Deming menceritakan bahwa ia membuka TikTok setiap hari, mem-posting video resensi buku dan menyoroti judul-judul baru di toko miliknya. Situs toko buku ini telah melonjak, semua berkat aplikasi.

"Sebagai pemilik usaha kecil, saya akan sangat kecewa jika mereka mengambil platform ini dari saya," ujarnya.

Deming mengatakan TikTok melakukan apa yang tidak bisa dilakukan oleh Facebook dan Instagram, yakni menemukan pelanggan. Dia mengatakan TikTok mempelajari apa yang disukai pengguna, dan mampu menempatkan klip ulasan bukunya di depan orang-orang yang akan tertarik.

Deming mengatakan, ada saat ketika sekitar 90% penjualan berasal dari situs web toko, yang dia kaitkan tautannya di profil TikTok miliknya.

"Mereka tidak tahu saya ada, sampai mereka melihat saya muncul di video," katanya. "Kemudian mereka menjadi pelanggan tetap."

Pemblokiran TikTok di AS dan Negara Lain

Kebijakan baru Biden menuntut agar pemilik platform asal China itu menjual saham mereka di TikTok atau menghadapi kemungkinan pemblokiran aplikasi.

Anggota parlemen dan pejabat lainnya mengatakan aplikasi tersebut, yang dimiliki oleh ByteDance Ltd., menimbulkan ancaman keamanan, mengutip kemungkinan pemerintah China dapat memperoleh akses ke data orang Amerika atau mempengaruhi apa yang mereka lihat di aplikasi tersebut.

Ancaman larangan AS terhadap TikTok bukanlah hal baru. Mantan Presiden Donald Trump pada tahun 2020 berusaha untuk melarang TikTok. Kecuali dengan syarat mereka berada di bawah kepemilikan AS.

Hakim federal memblokir rencana tersebut sebelum kemudian dicabut oleh Presiden Biden. Pemerintahan Biden pada 2021 juga menangguhkan rencana untuk menjual operasi TikTok di Amerika ke grup termasuk Oracle Corp.

Larangan yang lebih tegas baru-baru ini diberlakukan, dengan Kongres dan beberapa negara bagian dan universitas melarang TikTok dari perangkat milik pemerintah atau sekolah.

Kepala Eksekutif TikTok, Shou Zi Chew, mengatakan bahwa penjualan tidak akan menyelesaikan masalah keamanan nasional negara tentang aplikasi tersebut.

Perusahaan telah mengusulkan rencana bernilai miliaran dolar yang melibatkan mitra Amerika, Oracle, menyimpan data pengguna Amerika dan mencegah pengaruh China atas video yang dilihat orang Amerika.

Setelah AS, beberapa negara lain ikut memblokir TikTok. Setidaknya di lingkungan pegawai pemerintah. Beberapa di antaranya adalah Kanada, Inggris, dan Selandia Baru.