Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Mengungkap Skandal Seks di Industri J-pop Jepang - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Perkara hukum ini makan waktu hingga empat tahun dan menampilkan testimoni dari banyak pria yang mengatakan Kitagawa melakukan kekerasan seksual pada mereka saat masih kecil.

Pengadilan Tinggi Tokyo akhirnya memutuskan bahwa sembilan dari 10 klaim yang dimuat di artikel Bunshun benar, termasuk klaim yang menyatakan Johnny melakukan kekerasan seksual kepada anak di bawah umur di agensinya.

Hanya tuduhan tentang Kitagawa memberi anak-anak itu rokok dan alkohol yang ditemukan tidak benar.

Namun putusan pengadilan ini disambut dengan lebih banyak pendiaman lagi, dan kasus pencemaran nama baik yang dilayangkan Johnny bahkan tak pernah sampai pengadilan kriminal.

Kitagawa tidak pernah dihukum dan terus menjadi presiden perusahaannya sampai ia meninggal dunia pada 2019.

Bagaimana laporan investigasi itu "dimentalkan" masih membuat salah satu jurnalisnya marah. "Saya dibuat sangat geram tentangnya hingga 23 tahun," kata Ryutaro Nakamura.

Namun Nakamura juga merasa bahwa prasangka memainkan peranan penting dalam penyangkalan ini.

"Di Jepang, hubungan cinta atau seksual antara laki-laki - orang-orang tidak bisa mempercayainya," kata dia.

Jepang adalah negara yang bangga akan kesopanan mereka. Ketidaksopanan tidak hanya dipandang mengesalkan atau kasar, namun juga tidak bisa diterima secara sosial.

Banyak orang Jepang meyakini rasa tidak enak kepada orang lain harus dihindari dengan cara apapun. Ini bisa menyuburkan iklim di mana mengungkapkan kekhawatiran tentang perbuatan kekerasan seksual dilihat sebagai hal yang membebani orang lain.

Terlebih, usia pemberian konsen secara nasional adalah 13 tahun. Hingga baru-baru ini, pria dan remaja pria dikecualikan dari diakui sebagai korban perkosaan di mata hukum.

Dalam statuta, perkosaan terhadap pria tidak mungkin terjadi sebelum 2017. Seluruh faktor ini menyumbang pada pandangan di masyarakat yang melihat eksploitasi seksual terhadap pria dan anak laki-laki bukan hanya tabu, tapi kerap kali tak terlihat.

Maka, tak mengejutkan bila begitu banyak pria dewasa yang mengaku dilecehkan secara seksual oleh Kitagawa saat masih remaja, masih sulit mengakui apa yang terjadi pada mereka itu salah.

Ryu bergabung dengan Johnny & Associates pada 2002 dan menjadi penari latar selama 10 tahun. Seperti Hayashi, dia juga belum pernah mengungkapkan pengalamannya secara publik.

"Saat saya berada di kamar, Johnny masuk dan berkata, 'Kamu sudah sangat sibuk. Saya akan pijat kamu.' Dia mulai memijat pundak saya dan perlahan-lahan menuju ke bawah. Di satu titik dia terlalu jauh dan saya berkata, 'Jangan memijat lagi.' Dia berkata, 'Maaf, maaf' lalu pergi ke kamar lain."

Ryu saat itu berusia 16 tahun, sementara Kitagawa sudah tujuh puluhan tahun.

Saat ini, sebagai pria dewasa, Ryu tidak menyalahkan Kitagawa. "Saya tidak membencinya. Saya mencintainya. Johnny adalah orang yang sangat baik dan saya berutang banyak padanya. Saya tetap merasa kami diperlakukan dengan penuh cinta. Itu bukan masalah besar bagi saya, mungkin karena itu saya masih bisa tersenyum dan bicara soal itu sekarang."

Sejumlah mantan junior lain yang berbicara kepada BBC juga membela mentor lama mereka.

Ren berada di bawah Johnny & Associates hingga 2019, saat Kitagawa meninggal. Dia mengingat bagaimana perkenalannya dengan perusahaan tersebut begitu menyenangkan.

"Saat Johnny & Associates pertama kali mengontak kami, ibu saya menangis gembira. Keluarga saya berpikir, 'Wow dia bisa mendapatkan uang banyak.' Kami bukan orang kaya. Itu terasa seperti mimpi," katanya.

Ren, yang sekarang bekerja di sebuah bar di Osaka, berkata dia memahami hubungan transaksional yang dimiliki oleh Kitagawa dengan beberapa bintangnya.

"Ada rumor, bila itu [kekerasan seksual] terjadi, maka kamu akan sukses," kata dia.

Saat ditanya jika dia akan menurut dengan tuntutan seksual dari Kitagawa demi kariernya, dia menjawab, "Mimpi saya menjadi terkenal, maka saya rasa saya akan menerimanya."

Saat ini, Johnny & Associates masih tetap menjadi agensi dengan pengaruh sangat besar di dunia J-pop, dan Kitagawa masih dielu-elukan kepemimpinannya.

Sebuah karya seni raksasa yang menampilkan wajahnya - dibuat berdasarkan sedikit foto-foto yang dimilikinya - tergantung di ruang tunggu di kantor Tokyo. Presiden perusahaan ini sekarang, Julie Fujishima, adalah keponakan Johnny.

Setelah mengirimkan beberapa kali permintaan wawancara, Fujishima memberikan pernyataan tertulis: "Sejak kematian mantan perwakilan kami pada 2019, kami bekerja keras untuk membangun struktur organisasi yang sangat transparan yang beradaptasi dengan waktu sesuai dengan undang-undang, peraturan, dan tata kelola yang diperkuat dengan para ahli yang tidak memihak. Kami merencanakan pengumuman dan penerapan struktur dan sistem baru ini di 2023."

Dia tidak secara langsung merespons tuduhan-tuduhan soal kekerasan seksual.

Tidak ada pengakuan secara publik bahwa Johnny Kitagawa melakukan kekerasan seksual terhadap anak-anak dan remaja laki-laki. Banyak pria dewasa tidak mau membagikan pengalaman mereka sama sekali.

Karena itu, kita mungkin tidak akan pernah tahu seberapa banyak bintang-bintang J-pop yang pernah menjadi korban kekerasan seksual.

"Bagi para penyintas yang mau menceritakan pengalamannya, mereka sangat berani," kata Nobuki Yamaguchi, satu dari sedikit terapis di Jepang yang khusus membantu pria-pria penyintas kekerasan seksual. "Jepang punya adat malu. Jika Anda punya masalah pribadi, Anda tidak membicarakannya."

Namun stigma dan kebungkaman ini bisa dieksploitasi oleh pelaku, kata dia.

"Para pelaku kekerasan seksual menciptakan hubungan spesial ini. Itulah intinya grooming. Itu yang membuat trauma seksual sangat kompleks dan sangat membingungkan," kata dia. "Langkah pertama untuk pemulihan adalah mengakui bahwa kekerasan itu terjadi."

Bagi banyak penyintas kekerasan Kitagawa dan sebagian besar masyarakat Jepang, langkah pertama ini masih sulit dilakukan.