Peran Yakuza di Balik Industri Pornografi Jepang

ZonaKamu - Layaknya industri, ada hal-hal yang legal, ada pula hal-hal yang ilegal atau tidak legal. Yang legal artinya sah atau resmi, dan diakui oleh pemerintah setempat.

Sementara yang ilegal artinya tidak resmi atau tidak sah, dan tidak diakui oleh pemerintah. Begitu pula halnya dengan industri pornografi di Jepang. Film-film JAV produksi Jepang pun ada yang legal dan ada pula yang ilegal.

Pemerintah Jepang memang melegalkan industri film porno atau film dewasa. Namun, legalisasi itu juga dilengkapi aturan, di antaranya tidak ada pemaksaan terhadap para pemain, dan harus ada penyensoran pada bagian-bagian vital para pemain. Karena itulah, alat vital para pemain JAV selalu terlihat blur karena disensor.

Meski begitu, ada pihak-pihak tertentu yang melakukan kecurangan, dengan tidak mengindahkan peraturan pemerintah. Terkait pembuatan film JAV, kadang ada film-film JAV yang tidak melakukan penyensoran pada alat vital si pemain.

Film-film semacam itu, karena tidak melewati NEVA (badan sensor film JAV), maka dianggap ilegal. Umumnya, film-film JAV ilegal itu dibuat atau didistribusikan oleh Yakuza.

Yakuza, mafia yang ada di Jepang, telah lama menguasai pasar di industri pornografi. Dalam jurnal "Human Trafficking, The Japanese Commercial Industry and The Yakuza: Recomendaion for Japanese Government", Amanda Jones bahkan menyebut Yakuza sebagai gerbang penjaga industri seks komersial di Jepang. Kenyataan itu telah dimulai sejak masa Perang Dunia II.

Pada masa Perang Dunia II, Yakuza berperan sebagai penyedia wanita penghibur bagi para tentara Jepang. Setelah perang dunia berakhir, dan industri film dewasa mulai berkembang di Jepang, Yakuza melebarkan sayap ke Industri film dewasa.

Seperti yang disebut di atas, pemerintah Jepang memang melegalkan industri film porno, namun dengan aturan yang salah satunya adalah penyensoran pada alat vital pemain.

Produser film JAV wajib melakukan sensor melalui NEVA, sebelum akhirnya diedarkan ke masyarakat. Tapi Yakuza tidak mau mematuhi aturan itu, dan tidak menyensor film buatan mereka. Kenyataan itulah yang lalu membedakan film porno legal dengan film porno Yakuza.

The New York Times menulis, keuntungan yang didapat oleh Yakuza dari industri film dewasa dan prostitusi pada 2010 mencapai 22 triliun yen, atau sekitar $242 miliar.

Terlepas dari legal dan tidak legalnya industri film seks, yang jelas ia laku di mana-mana, termasuk di Indonesia. Seperti dilansir Deutsche Welle, di urutan pertama, nilai belanjanya ditempati oleh Cina dengan $73 miliar per tahun, sedangkan posisi kedua dan ketiga adalah Spanyol dan Jepang, dengan masing-masing pengeluaran mencapai $26,5 miliar dan $24 miliar per tahun.

Indonesia masuk ke dalam 12 negara yang paling getol belanja seks, dengan pengeluaran sebesar $2,25 miliar atau sekitar Rp29 triliun per tahun. Hampir sama dengan anggaran Kementerian Pertanian tahun ini. Sungguh luar biasa.