Mengenal dan Memahami Gangguan Kecemasan Serta Depresi

ZonaKamu - Ada banyak masalah psikologis, dua yang mungkin paling populer atau paling dekat dengan kebanyakan kita adalah kecemasan dan depresi. Sayangnya, meski dua hal itu bisa dibilang cukup lekat dengan kehidupan kita, namun tidak semua orang memahami apa sebenarnya kecemasan, dan apa sebenarnya depresi.

Sebagian orang menganggap dua hal itu sebagai hal sama, sebagian lain bahkan menganggap dua hal itu sebagai sesuatu yang dilebih-lebihkan.

Dalam catatan Depression and Other Common Mental Disorders: Global Health Estimates yang dirilis WHO tahun ini, diperkirakan sebanyak 264 juta orang di dunia mengidap gangguan kecemasan pada 2015. Angka itu naik sebesar 14,9 persen sejak 2005.

Perempuan dinyatakan lebih rentan mengalami gangguan kecemasan daripada laki-laki, dengan perbandingan jumlah pengidap sebanyak 4,6 persen dan 2,6 persen secara global. Sedangkan di Indonesia, tercatat prevalensi kasus kecemasan sebesar  8.114.774 atau sebanyak 3,3 persen dari populasi total.

Kecemasan menjadi sebuah kelainan ketika mulai mengganggu aktivitas harian seseorang.

Terdapat beberapa jenis kecemasan yang ditulis dalam situs WebMD, di antaranya gangguan panik (dengan gejala berkeringat, sakit dada, degup jantung tak beraturan, dan perasaan tercekik), gangguan kecemasan sosial atau social phobia (yang terjadi saat seseorang berhadapan dengan situasi atau interaksi dengan publik), beberapa jenis fobia seperti ketinggian atau takut terbang, dan gangguan kecemasan general yang meliputi kekhawatiran dan perasaan tertekan tak beralasan.

Kemudian, selain kecemasan, hal lain yang juga perlu kita kenal adalah depresi. Dalam situs WHO, tercatat lebih dari 300 juta orang yang terjangkit depresi. Depresi berbeda dengan suasana hati yang gampang berubah atau moody, dan umumnya berlangsung dalam jangka panjang dan lebih akut.

Risiko yang kerap dihadapi orang-orang dengan depresi ialah performa kerja atau studi yang buruk, serta relasi yang rapuh dengan keluarga dan kerabat. Hal terburuk yang dapat terjadi ketika seseorang mengalami depresi adalah keinginan bunuh diri. Dilaporkan oleh WHO, hampir 800 ribu orang meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya.

Dilansir dari Health Line, orang yang mengalami depresi menunjukkan sejumlah gejala psikologis tertentu, seperti sensitivitas yang tinggi terhadap hal-hal kecil, kehilangan gairah beraktivitas, kesulitan mengontrol amarah, tidak bisa beranjak dari kejadian pahit di masa silam, serta munculnya niat untuk mengakhiri hidup.

Dari segi fisik, orang dengan depresi biasanya mengalami kesulitan tidur, rasa letih berlebihan, perubahan nafsu makan, juga kesulitan berkonsentrasi dan membuat keputusan. Penyebab depresi pun dapat bermacam-macam, mulai dari reaksi kimia dalam otak, hormon, faktor genetis, penilaian diri yang rendah, hingga pengalaman-pengalaman traumatis pada masa lalu.