Ini Poin-poin UU KPK Baru yang Mengundang Kontroversi

ZonaKamu - Pengesahan revisi UU KPK dinilai terburu-buru, cacat, dan abai dengan suara publik. Pada 2015 dan 2016, saat revisi ini mencuat, pembahasannya alot, lama, dan memanas, hingga akhirnya Presiden Jokowi memutuskan menunda.

Tapi, simsalabim! Usulan itu tiba-tiba muncul di rapat paripurna pada 5 September 2019 sebagai usul DPR, dan disahkan hanya dua pekan kemudian menjadi Undang-Undang. Padahal, bukan RUU prioritas di 2019.

Ada banyak pasal yang dinilai bermasalah di UU KPK baru, menurut LSM seperti ICW, maupun pendapat pimpinan KPK. Berikut ketentuan bermasalah tersebut, dirangkum pada Selasa (17/9).

Kedudukan KPK sebagai Lembaga Eksekutif

KPK sebagai lembaga dalam rumpun eksekutif dibahas dalam Pasal 1 angka 3 dan Pasal 3. Ketentuan ini dibutuhkan DPR-Pemerintah untuk mengubah status pegawai KPK sebagai ASN.

Pegawai KPK Berstatus ASN

Status pegawai KPK sebagai ASN diatur dalam Pasal 1 angka 6, Pasal 24, Pasal 69B, dan Pasal 69C. Detailnya, dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak revisi UU ini berlaku, semua pegawai KPK harus ASN. Dampaknya, pegawai KPK tunduk pada ketentuan UU ASN, sehingga pergantian pegawai terkait dengan eksekutif.

Pembentukan Dewan Pengawas oleh Presiden

Peraturan ini tertuang dalam Pasal 37A, Pasal 37B, Pasal 37C, Pasal 37D, Pasal 37E, Pasal 37F, Pasal 37G, Pasal 69A. Dewan Pengawas setara atau bagian dari struktur KPK, selain pimpinan dan pegawai.

Dewan Pengawas terdiri dari 5 orang yang dipilih presiden melalui pansel. Dewan Pengawas berfungsi menetapkan kode etik, hingga memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.

Hapus Tim Penasihat

Revisi UU KPK menghapus tim penasihat (Pasal 21B) dan menggantinya dengan Dewan Pengawas. Penghapusan tim penasihat otomatis menghapus ketentuannya pada Pasal 22 dan 23.

Pimpinan KPK Bukan Lagi Penyidik dan Penuntut serta Penanggung Jawab Tertinggi

Masalah ini tak banyak dicermati karena sifatnya penghapusan pasal. DPR dan pemerintah sepakat melucuti kewenangan pimpinan KPK sebagai penyidik dan penutut umum dalam pasal 21 ayat 4. Selain itu, pimpinan KPK juga bukan lagi penanggung jawab tertinggi sebagaimana ayat 6.

Penyadapan dan Penggeledahan Harus Izin Dewan Pengawas

Peraturan bermasalah ini tertuang dalam 4 pasal, yaitu Pasal 1 ayat 5, Pasal 12B, Pasal 12C, dan Pasal 12D. Tak dirinci pertimbangan Dewan Pengawas dalam menerbitkan atau tidak menerbitkan izin. Pasal ini dianggap dapat membuat KPK tak independen, karena Dewan Pengawas dipilih Presiden, dan tak ada jaminan Dewan Pengawas bebas intervensi.

Kewenangan SP3

Kewenangan SP3 diatur dalam Pasal 40. KPK dapat menghentikan penyidikan serta penuntutan terhadap suatu perkara jika tidak selesai dalam jangka waktu 2 tahun.
Namun, penghentian penyidikan dan penuntutan dapat dicabut kembali apabila KPK menemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan.

Meski sudah disahkan, namun UU KPK baru yang kini menunggu penomoran di Kemenkumham itu dipastikan digugat pegiat antikorupsi ke MK, sehingga berpotensi beberapa pasalnya berubah.