Memahami Aturan dan Mekanisme Ekspor-Impor Mobil

ZonaKamu - Kegiatan ekspor impor adalah hal lumrah yang dilakukan dalam bisnis dan industri, dari satu negara ke negara lain. Kita mengenal pakaian impor, sebagaimana negara kita juga melakukan ekspor pakaian ke negara-negara lain. Selain pakaian, makanan juga menjadi produk yang sering menjadi objek ekspor impor, dari satu negara ke negara lain.

Terkait kegiatan ekspor impor, ternyata tidak semua barang bisa diekspor atau diimpor dengan mudah. Mobil bisa menjadi contoh, bagaimana urusan ekspor impor harus memenuhi aturan atau mekanisme tertentu, yang tidak ada pada barang-barang lain.

Kegiatan ekspor mobil memang cukup rumit dan tak semudah mengekspor produk industri lain. Selain persoalan kalkulasi bisnis, juga ada persoalan kerja sama antar negara.

Negara-negara yang ada kerja sama perdagangan bebas dengan Indonesia, maka ekspor mobil akan relatif mudah karena tak terkena tarif impor yang tinggi. Ini penting karena akan mempengaruhi harga jual agar bisa kompetitif.

Selain itu, terdapat pula standar internasional yang harus dipenuhi untuk sebuah mobil bisa diekspor, antara lain soal ketentuan United Nations Economic Commission for Europe (UNECE). Ini adalah standar internasional, meski namanya mengandung kata Eropa.

Beberapa standar yang harus dipenuhi menyangkut aspek-aspek seperti pencahayaan, kontrol, perlindungan terhadap lingkungan, dan perlindungan dari pencurian. Jadi, kendaraan hanya bisa diekspor ketika memang sudah memenuhi standar ini, kecuali negara tujuan ekspor punya standar keselamatan sendiri.

Persoalannya, pabrikan otomotif di Indonesia belum memenuhi standar UNECE tersebut. Baru pada pertengahan September lalu, pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian akan menggunakan standar UNECE sebagai acuan untuk Standar Nasional Indonesia (SNI) berkenaan dengan berbagai komponen otomotif, termasuk pelek, kaca depan, dan ban.

Selama ini, standar SNI yang diterapkan belum sama dengan standar UNECE. Rencananya standar Eropa ini akan diratifikasi (diadopsi) pada tahun ini.

Dengan ratifikasi, artinya SNI akan menjadikan UNECE sebagai acuan utama. Dengan demikian, maka ke depan ekspor kendaraan ke Eropa akan lebih mudah dilakukan pabrikan lokal, meski memang tetap akan disesuaikan dengan regulasi spesifik negara-negara tujuan ekspor.

Selain UNECE, standar lain yang harus ditingkatkan agar dapat masuk ke negara-negara maju adalah stadar emisi Euro. Euro adalah standar emisi gas buang yang keluar dari kendaraan. Semakin tinggi tingkat Euro, maka semakin sedikit kadar gas buang kendaraan tersebut ketika digunakan, seperti Karbon Monoksida, Timbal, Karbon Dioksida, serta kabut karbon.

Di Eropa dan negara-negara maju, sudah diterapkan Euro 6, bahkan sudah diwacanakan penerapan Euro 7. Sementara Indonesia masih berkutat pada Euro 2, dan baru akan mencoba lompat ke Euro 4, pada tahun depan untuk kendaraan-kendaraan berbahan bakar bensin.

Namun, pabrikan mobil di Indonesia bukannya tidak bisa untuk memenuhi standar emisi yang lebih tinggi. Contohnya Toyota, semua kendaraan Toyota punya standar kualitas global yang sama, tanpa mengkategorikan apakah itu untuk pasar negara berkembang ataupun negara maju.

Presiden Direktur TMMIN, Warih Andang Tjahjono, mengatakan ada dua faktor utama yang harus diperhatikan sebelum memutuskan mengekspor mobil ke pasar baru, yaitu kecocokan produk dan standar spesifikasi. Kecocokan produk berkaitan dengan kebutuhan pasar negara tujuan ekspor dan apa yang diproduksi di Indonesia.

Peluang ekspor mobil biasanya bila sudah ada mobil yang dibuat di Indonesia dan diminati di pasar ekspor. Sementara spesifikasi, terutama berkaitan dengan standar keselamatan yang ditetapkan negara tujuan.

Dari berbagai catatan tadi, ekspor mobil Indonesia masih punya peluang yang besar. Namun nasibnya kini masih terkendala berbagai ketentuan dan masih belum masuk ke segmen pasar yang besar di pasar global. Persoalan itu semua masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dibenahi di dalam negeri.