Melacak Infeksi Herpes Genital ke Manusia, ke Masa 2 Juta Tahun Lalu

ZonaKamu - Herpes adalah salah satu virus yang banyak menginfeksi manusia saat ini. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2015, sekitar 3,7 miliar orang yang berumur di bawah 50 tahun—67 persen dari jumlah penduduk dunia—terinfeksi herpes oral. Sementara itu 1 dari 6 manusia terinfeksi herpes genital (kelamin).

Herpes oral disebabkan oleh herpes simplex virus 1 (HSV-1) yang tersebar melalui kontak mulut-ke-mulut. Sementara Herpes genital disebabkan herpes simplex virus 2 (HSV-2) yang menyebar melalui kontak seksual atau sentuhan kulit-ke-kulit. Namun HSV-1 bisa juga menyebar melalui oral seks.

Mengutip Washington Post, saat ini beredar ratusan jenis virus herpes. Delapan di antaranya kerap menginfeksi manusia dan mengakibatkan penyakit seperti cacar air dan mononukleosis.

Dari semua itu, HSV-1 dan HSV-2 adalah yang paling menular dan belum bisa disembuhkan hingga saat ini.

Para ahli telah lama mencoba menemukan awal penyebaran kedua virus herpes tersebut hingga bisa menginfeksi manusia.

Tim peneliti dari Universitas Cambridge dan Oxford Brooke, Inggris, menyatakan telah berhasil menemukan siapa yang bertanggung jawab menyebarkan HSV-2 ke tubuh manusia modern.

Dia adalah Paranthropus boisei, spesies primata bertubuh kekar yang berjalan dengan dua kaki, berotak kecil, wajah seperti cakram, dan tinggi sekitar 1,2 meter. Giginya yang sangat besar membuat ia dijuluki Nutcracker Man (Manusia Pemecah Kacang).

HSV-2 pada awalnya hanya terdapat dalam tubuh nenek moyang simpanse. P. boisei diduga terinfeksi setelah mengonsumsi simpanse tersebut.

Saat Homo erectus—yang dipercaya sebagai nenek moyang manusia modern—mulai memburu dan memakan P. boisei sekitar dua juta tahun lalu, patogen HSV-2 pun masuk ke dalam tubuh H. erectus dan menyebar hingga ke keturunannya.

Hasil penelitian tersebut sudah dipublikasi pada jurnal Virus Evolution yang terbit Minggu, 1 Oktober 2017.

Simpanse purba, P. boisei, dan H. erectus semuanya hidup di Afrika antara 1,4 juta dan 3 juta tahun lalu, dalam sebuah area di mana diperkirakan evolusi manusia modern terjadi.

Oleh karena itu para peneliti yakin terjadi kontak antara Nutcracker Man dengan H. erectus di kawasan yang dialiri air, seperti Danau Turkana di Kenya.

"Sekali virus ini masuk ke tubuh sebuah spesies, ia akan bertahan di sana. Kemudian dengan mudah ia beralih dari ibu ke bayi, juga melalui pertukaran darah, ludah, dan seks," tutur salah seorang peneliti, Dr Charlotte Houldcroft, dari Universitas Cambridge, dikutip Daily Mail.

"Virus herpes genital itu kemudian menyebar ke seluruh Afrika seperti ia merayap di organ seksual kita, dengan perlahan tapi pasti."

HSV-2 itu kemudian berevolusi seiring berjalannya waktu dan kemungkinan bisa tersebar secara oral.

Para peneliti itu yakin siklus kehidupan menyebabkan transmisi virus berlangsung melalui pertukaran cairan. Gigitan atau cakaran simpanse bisa memindahkan virus itu melalui luka. Sementara masuknya virus pada manusia kemungkinan disebabkan hubungan seks antar-Homo erectus, karena mengonsumsi P. boisei, atau keduanya.

"Kita bisa 'menyalahkan' nenek moyang kita karena memakan hominin lain atau kera besar. Hal itu juga telah menjadi sumber infeksi primata-ke-manusia lainnya seperti HIV," kata Houldcroft kepada CNN.

"Memakan spesies lain yang kekerabatannya sangat dekat itu berisiko tinggi. Pasalnya, patogen yang telah beradaptasi pada spesies yang secara genetik mirip dengan kita akan lebih mudah untuk melompati halangan spesies."

Secara esensial, lanjutnya, saat manusia bermigrasi ke luar Afrika, mereka telah membawa HSV-2 ke manapun mereka pergi. "HSV-2 menginfeksi seumur hidup dan bisa diturunkan dari ibu kepada anak atau antar-pasangan seksual, sehingga menjamin penyebaran mereka di manapun manusia berada."

Dr Houldcroft dan timnya menggunakan data mulai dari temuan fosil hingga DNA herpes dan iklim Afrika kuno. Mereka memasukkan data ini ke dalam program komputer yang memodelkan probabilitas transmisi HSV2 untuk spesies hominin yang menjelajahi Afrika tiga juta tahun yang lalu.

Mereka menggunakan model jaringan Bayesian—sebuah model grafik menggunakan probabilitas, variabel acak, dan dependensi kondisional—untuk mengombinasikan data iklim kuno, DNA herpes dan fosil, lalu menentukan kemungkinan adanya HSV-2 dan bagaimana ia menyebar.

Mereka lalu menemukan setengah lusin tersangka dari 30 spesies prasejarah yang ada. Sang pelaku harus hidup pada masa paleontologi dan lingkungan geografi yang sama dengan nenek moyang manusia.

Hasilnya, P. boisei menjadi spesies dengan probabilitas transmisi virus tertinggi karena ia berada di tempat dan waktu yang tepat untuk menjadi perantara HSV-2.

Studi ini merupakan lanjutan dari penelitian pada 2014 tentang asal muasal HSV-1. Saat itu, mengutip Live Science, disimpulkan HSV-1 sudah menyebar dari simpanse ke tubuh hominin sejak 6 juta hingga 7 juta tahun lalu.

Namun saat itu, tim peneliti yang dipimpin Joel Wertheim, asisten profesor di Universitas California, San Diego, Amerika Serikat, belum meneliti jauh penyebaran HSV-2.

"Kami menemukan bahwa HSV-2 kemungkinan melompat dari nenek moyang simpanse ke nenek moyang manusia, tetapi tidak kami telaah lebih lanjut," kata Wertheim.

Dikutip Live Science, Houldcroft mencatat bahwa masih ada kemungkinan pada masa depan ditemukan fosil hominin lain yang bisa menjadi kandidat penyebar herpes genital. Tetapi ia yakin P. boisei akan tetap menjadi kandidat terkuat.

"Ia berada di bagian Afrika yang benar pada waktu HSV-2 melompati penghalang spesies," pungkas Houldcroft.