Konflik Menantu-Mertua, dan Panduan Mengatasinya

ZonaKamu - Sudah jadi rahasia umum kalau hubungan antara mertua wanita dan menantu wanita sering kali tidak cocok. Memang kadang ada pula ketidakcocokan antara menantu pria dengan mertua pria. Namun ketidakcocokan antara menantu wanita dan mertua wanita sepertinya lebih sering terjadi.

Karena latar belakang itu pula, banyak pasangan yang memilih tinggal di rumah orang tua si wanita atau si istri, setelah mereka menikah. Pilihan itu khususnya diambil jika pasangan tersebut belum memiliki rumah sendiri. Dengan tinggal di rumah orang tua si wanita, kemungkinan munculnya konflik antara menantu wanita dengan ibu mertua bisa diminimalisir, karena tidak setiap saat bertemu.

Yang mungkin masih jadi pertanyaan adalah, mengapa menantu wanita sering tidak cocok dengan ibu mertuanya?

Menurut riset Dr. Terri Apter, psikolog dan tutor senior di Newnham College, Universias Cambridge untuk bukunya What Do You Want From Me? Lebih dari 60 persen perempuan mengaku mereka merasakan hubungan yang kurang sehat dengan ibu mertua. Dua-per-tiga dari seluruh perempuan yang diwawancara Apter menyatakan bahwa ibu mertua sering menunjukkan kecemburuan.

Hal ini seperti dicontohkan Jenny, salah satu responden dalam buku tersebut. Ia bercerita bahwa dua bulan sebelum pernikahan, calon ibu mertuanya mengirimkan surat email yang berbunyi, “Apa kamu tidak sadar, anak laki-laki saya selalu memikirkan saya setiap hari, setiap menit, bahkan setiap detik.”

Tidak hanya ibu mertua, menantu perempuan juga mempunyai kecenderungan bersikap ‘mencemburui’ hubungan suaminya dengan ibu kandung atau mertuanya sendiri. Hal ini diungkapkan oleh Annie yang berusia 64, dalam buku Apter. Annie bercerita bahwa menantu perempuannya sangat dingin terhadapnya.

“Ia terlihat kurang berkenan ketika anak laki-laki saya memberi perhatian dan menunjukkan pentingnya keterikatannya dengan saya,” cerita Annie.

Apter telah menghabiskan 20 tahun terakhir mewawancarai ratusan keluarga di seluruh dunia untuk bukunya. Dia menemukan bahwa, 75 persen pasangan dilaporkan memiliki masalah dengan mertuanya, 15 persen di antaranya digambarkan menemui titik ketegangan.

"Ketika mereka berjuang untuk mencapai posisi yang sama dalam keluarga sebagai perempuan utama, masing-masing mencoba untuk membangun atau melindungi statusnya, dan di satu titik tertentu masing-masing merasa terancam oleh yang lain. Kemudian muncul pertanyaan rumit tentang siapakah ‘ibu’ dalam keluarga tersebut," kata Apter.

Konflik antara menantu perempuan dan ibu mertua kerap terjadi ketika intensitas bersinggungan mereka meningkat, terlebih ketika mereka berdua ditempatkan dalam satu rumah. Hal tersebut dijelaskan oleh Nellafrisca Noviasari dalam penelitiannya.

Menurutnya, faktor penyesuaian diri dalam beradaptasi dengan keluarga baru, baik ibu mertua dengan menantu maupun menantu dengan ibu mertua, memegang peranan utama dalam menentukan keberhasilan hubungan mereka berdua.

Lebih lanjut lagi, relasi menantu dan mertua yang tinggal satu rumah juga dihadapkan dengan beberapa tantangan, satu di antaranya adalah "rebutan perhatian" atau pertarungan ibu mertua dan menantu perempuan dalam mendapatkan perhatian dari anak laki-laki/suami.

Perebutan anak laki-laki sekaligus suami ini sebenarnya dapat diatasi dengan adanya pemahaman antara anggota keluarga, bahkan jauh sebelum suami dan istri tersebut menikah. Menelaos Apostolou, dosen fakultas humaniora, ilmu sosial, dan hukum pada University of Nicosia, memberi saran kepada para menantu perempuan dan calon menantu mengenai hal ini.

“Cara terbaik untuk mengatasi konflik mertua dengan menantu adalah dengan meyakinkan mertua Anda bahwa Anda adalah pasangan yang baik untuk anak mereka dengan menunjukkan seberapa besar Anda merawat pasangan Anda. Jika Anda belum menikah, hubungan dekat dengan calon mertua sebelum pernikahan adalah modal besar untuk memfasilitasi hubungan yang lebih baik setelah pernikahan,” kata Apostolou.

Untuk ibu mertua, ada saran dari Ellen Breslau, pemimpin redaksi Grandparents.com: istri dari anak laki-lakinya sebaiknya dianggap sebagai teman.

"Jadilah temannya, bukan ibunya. Pahamilah kenyataan bahwa dia adalah istri anak laki-laki Anda, dan perlakukan dia sebagaimana Anda menginginkan dia memperlakukan Anda.”

Di atas segalanya, kualitas hubungan antar-individu ditentukan oleh seberapa baik kita mampu berkomunikasi selama berinteraksi. Untuk membina komunikasi yang baik, masing-masing individu harus bisa berempati dan saling menyesuaikan diri. Hal yang sama berlaku juga pada hubungan ibu mertua dan menantu perempuannya.