Mengungkap Kebohongan Masaru Emoto di Balik Kristal Air

ZonaKamu - Masaru Emoto terkenal di dunia setelah mengenalkan kristal-kristal air indah yang ia pamerkan dalam foto-foto serta buku-bukunya. Menurut Masaru Emoto, air akan membentuk kristal yang indah jika diberi ucapan atau kalimat positif, dan akan membentuk kristal yang buruk (atau tidak membentuk kristal sama sekali) jika diberi ucapan atau kalimat yang negatif.

Orang-orang pun takjub dengan penemuan itu. Air yang tidak bisa dianggap makhluk hidup ternyata mampu merespons ucapan kita. Mendengar ucapan positif, air membentuk kristal yang elok. Mendengar ucapan negatif, air membentuk kristal yang buruk.

Masaru Emoto menyatakan temuannya sebagai sesuatu yang ilmiah, dan sejak itu kepercayaan mengenai kristal air pun terbentuk di benak masyarakat (awam) sebagai sesuatu yang benar (ilmiah).

Yang menjadi masalah, Masaru Emoto tidak melakukan penelitian sesuai standar ilmiah, bahkan menolak untuk melakukan eksperimen ketat sebagaimana yang biasa dilakukan dalam prosedur penelitian ilmiah. Jadi, yang dilakukan Masaru Emoto dalam “penelitiannya” hanya sekadar menunjukkan hasil yang sesuai harapannya, dan menyembunyikan hasil yang tidak sesuai harapannya. 

Banyak ahli yang menyatakan bahwa temuan Masaru Emoto hanyalah pseudoscience—sesuatu yang tampak ilmiah, tapi sebenarnya tidak ilmiah.

Persoalan ilmiah dan tidak ilmiah memang kerap mengaburkan, khususnya bagi orang awam. Karenanya, meski orang-orang awam memuji-muji temuan Masaru Emoto, para ilmuwan menatap temuan itu dengan skeptis. Sesuatu baru bisa disebut ilmiah, jika—dan hanya jika—telah melalui uji double blind, atau bisa dicoba siapa pun dan menghasilkan kesimpulan sama. Hal itulah yang sering tidak dipahami orang awam.

Mari kita gunakan contoh yang mudah dipahami siapa pun. Kalau saya menyentuhkan tangan ke api, saya akan merasa panas. Kenyataan itu tidak hanya terjadi pada saya, tapi juga terjadi pada siapa pun. Kalau kalian menyentuhkan tangan ke api, kalian juga akan merasa panas. Begitu pula jutaan orang lain yang mencoba menyentuh api, sama-sama akan merasa panas.

Itu hal umum yang disepakati semua orang, karena terjadi di mana pun, kapan pun, dan terhadap siapa pun. Jadi, kita pun bisa menyatakan, “menyentuh api akan membuat panas”. Dan itu ilmiah.

Sekarang, dalam konteks Masaru Emoto, dia menyatakan bahwa air akan membentuk kristal indah jika mendengar ucapan positif, dan menunjukkan kristal yang buruk—atau tidak membentuk apa pun—jika mendengar ucapan negatif.

Kesimpulan itu baru bisa dibilang ilmiah, jika—dan hanya jika—orang lain mampu menemukan hal yang sama, dan/atau kenyataan itu terus terjadi kapan pun dicoba. Atau, setidaknya, Masaru Emoto harus melakukan penelitiannya sesuai standar penelitian ilmiah, termasuk menggunakan eksperimen yang bersifat double blind.

Di sisi lain, para ilmuwan lain telah mencoba melakukan seperti yang dilakukan Masaru Emoto. Mereka membangun laboratorium yang persis sama dengan laboratorium Masaru Emoto, mereka juga melakukan semua prosedur yang persis sama seperti yang dilakukan Masaru Emoto. Hasilnya? Mereka tidak pernah mampu membentuk kristal air apa pun! Artinya, klaim Masaru Emoto patut dipertanyakan.

Kenyataan ini mungkin cukup menampar pengagum Masaru Emoto serta kristal air temuannya. Tapi kenyataan ini juga perlu dipahami, agar kita lebih mawas diri, dan tidak serta merta menerima apa pun yang “tampak ilmiah”. Karena, yang tampak ilmiah sama sekali bukan jaminan benar-benar ilmiah.