Ibu-ibu Berdemonstrasi, Tolak Pembangunan Kawasan Wisata Danau Toba

ZonaKamu - Sekelompok masyarakat di Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, menggelar aksi penolakan pembangunan jalan ke The Kaldera Nomadic Escape Toba. Mayoritas massa adalah ibu-ibu.

Aksi protes mereka digelar dua hari, sejak Kamis (12/9) hingga Jumat (13/9). Mereka protes karena pembangunan objek wisata The Kaldera yang digagas Badan Otoritas Pariwisata Danau Toba (BOPDT) merampas tanah adat seluas 271 hektare.

Pada aksi yang berlangsung Kamis (12/9), berakhir ricuh. Para pengunjuk rasa saling dorong dengan aparat keamanan, yang saat itu sedang meratakan bangunan sekitar dengan menggunakan alat berat.

Karena aksi protes tak didengar, para ibu-ibu kemudian membuka baju. Mereka menuntut proses pembangunan kawasan wisata di tanah adat itu segera dihentikan.

“Mereka melakukan itu supaya pemerintah mendengarkan aspirasi mereka untuk menyelesaikan konflik yang ada, sebelum menyelesaikan pembangunan. Ini kan ada konflik agraria di sini, konflik tanah,” ujar Delima dari Kelompok Studi

Delima mengatakan, selama ini pemerintah telah melakukan klaim hutan negara di atas tanah adat untuk pembangunan kawasan wisata Danau Toba. Masyarakat adat dalam dua tahun belakangan ini mengadukan hal tersebut.

“Ini kan proses belum selesai, tapi pembangunan dipaksakan dan dilanjutkan, masyarakat memprotes itu. Masyarakat adat Sigapiton meminta supaya pemerintah menyelesaikan konflik terdahulu,” ujar Delima.

“Hari ini di hari kedua, kita mengajak pemerintah agar duduk bersama menyelesaikan konflik ini. Jadi di hari kedua kita akan berdialog dengan BODT, dan masyarakat meminta supaya aparat kepolisian, Satpol PP, meninggalkan lokasi ini. Masyarakat ingin berdialog dan menyampaikan tuntutannya,” ungkap Delima.

Terpisah, Direktur Utama BODT, Arie Prasetyo, dalam keterangan pers, mengatakan pembangunan infrastruktur di lahan zona otorita memang mulai dilakukan Kamis (12/9) kemarin.

Dari total lahan seluas 386,72 hektare yang dialokasikan untuk pengembangan kawasan pariwisata tersebut, 279 hektare sudah diterbitkan hak pengelolaannya. Lahan tersebut berstatus lahan negara yang sertifikat hak pengelolaannya diberikan kepada BOPDT.

Menurut Arie, pembangunan tersebut sudah mengikuti ketentuan yang berlaku. Alokasi anggaran berasal dari Kementerian PUPR yang dimulai pada tahun ini.

“Pengerjaannya untuk membantu percepatan pengembangan destinasi super prioritas. Sejauh ini semua sudah dijalankan sesuai aturan. Lahan yang dibangun merupakan lahan negara yang Hak Pengelolaannya (HPl) telah diberikan kepada BOPDT,” papar Arie.

Kata Arie, pembangunan tahap awal akses ke kawasan ini sepanjang 1,9 Km dilakukan di atas lahan yang sertifikat HPl-nya telah diterbitkan.

Terkait hak-hak masyarakat yang ada di atas lahan, ujar Arie, juga telah ditelaah oleh Tim Terpadu Penanggulangan Dampak Sosial Kemasyarakatan yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Toba Samosir, dengan melibatkan beberapa unsur.

“Salah satu tugas tim tersebut adalah melakukan pendataan, verifikasi dan validasi tanaman milik masyarakat yang ada di atas lahan tersebut. Karena sebelumnya lahan ini merupakan lahan berstatus hutan yang sebagian dari itu ada juga yang ditanami tanaman budidaya milik masyarakat, seperti kopi. Proses penghitungan jumlah tanaman untuk lahan 279 hektare telah dilakukan, dan saat ini sedang tahap penilaian/appraisal oleh konsultan penilai publik,” jelasnya.

Sebelum dimulainya pembangunan, kata Arie, BOPDT bersama Pemerintah Kabupaten Toba Samosir telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

“Kamis (12/8) pagi pukul 08.00 WIB bertempat di Kantor Kepala Desa Pardamean Sibisa juga kami bersama Bupati, Camat Ajibata, dan Kepala Desa, juga sudah bertemu dengan masyarakat pemilik tanaman yang terdampak pembangunan jalan ini,” tambahnya.

“Pembangunan kawasan di Lahan Zona Otorita ini merupakan amanah Perpres 49/2016 yang merupakan tugas otoritatif BOPDT,” lanjutnya.

"Unjuk rasa sah-sah saja dilakukan sebagai bagian dari demokrasi. Tapi kami berharap dapat dilakukan dengan jalur yang benar. Kami mengimbau kepada masyarakat agar jangan mudah disusupi kepentingan yang kontraproduktif," ujar Arie.