Fakta Menyedihkan Artis-artis Terkenal di Balik Gemerlap K-Pop

ZonaKamu - Jagad K-pop telah beberapa kali dilanda duka, ketika artis-artis mereka mengalami sesuatu yang mengejutkan, khususnya terkait penyalahgunaan obat-obatan dan semacamnya.

Pada 2017 lalu, Kim Jong-Hyun, personil SHINee, ditemukan tak sadarkan diri di apartemennya, lalu meninggal beberapa saat kemudian di rumah sakit. Ia diduga bunuh diri setelah ditemukan catatan yang menggambarkan betapa depresi dan tersiksanya ia berada dalam dunia yang ia geluti. Di bawah sorotan lampu popularitas, ia justru merasa kesepian.

“Aku sangat kesepian. Mudah untuk mengatakan ‘aku akan mengakhirinya.’ Tapi sangat sulit melalui ini semua,” bunyi salah satu baris catatannya.

Industri K-pop merupakan salah satu industri hiburan dengan tingkat tekanan kerja tertinggi di dunia. Para artisnya menanggung beban kerja yang berat seperti jadwal latihan yang padat, bersaing dalam iklim yang kompetitif, dituntut menjaga penampilan fisik, belum lagi ditambah masalah kontrak yang tak adil.

Saking kompetitifnya, ketika seorang selebritas K-pop tengah berada di puncak popularitas, ia bisa segera tergantikan oleh yang lain. Masa depannya begitu tak menentu.

Dalam salah satu kolom di The Korea Times, diuraikan bahwa skandal penyalahgunaan narkoba di kalangan selebritas K-pop merupakan kegagalan sistematis.

Kompetisi yang kejam dan beban kerja yang berat memungkinkan para selebritas K-pop menggunakan obat-obatan untuk mengatasi depresi, untuk relaksasi, dan agar tampil tenang di depan kamera, di samping ada faktor lain berupa kegagalan otoritas berwenang dalam menghentikan perdagangan obat-obatan.

Dalam buku yang ditulis Pramod K. Nayar, berjudul Seeing Stars: Spectacle, Society, and Celebrity Culture, disebutkan bahwa untuk tetap bertahan, industri hiburan sangat bergantung pada audiens sebagai konsumennya. Karenanya, relasi yang tercipta antara selebritas dengan audiens adalah relasi komersial, di mana audiens diharapkan untuk terus-menerus menyaksikan komoditas hiburan, yakni selebritas itu sendiri.

Dari relasi itu, Nayar menulis bahwa seorang “selebritas sedari awal telah dikonstruksi sebagai objek hasrat dan objek konsumsi massal”. Objek hasrat di sini berarti bahwa fisik, gaya hidup, kesuksesan, dan tingkah-polah si selebritas adalah apa yang diinginkan oleh, dan yang dijadikan norma standar, untuk segenap audiensnya.

Untuk mempertahankan relasi selebritas-audiens ini, selebritas tak hanya dipertontonkan (baca: dijual) dalam acara atau program saja, tapi aktivitas kesehariannya, fesyennya, dan lain-lain juga menjadi lumbung profit bagi industri. Selebritas dikonstruksi sedemikian rupa agar tetap “dekat” dengan audiensnya. 

Tuntutan untuk menjaga fisik dan stamina seorang selebritas tak hanya dimaksudkan agar ia terus tampil maksimal di layar kaca, melainkan juga karena tubuhnya telah menjadi objek yang harus selalu dapat hadir dan dilihat. Ini adalah kata kunci untuk melihat bagaimana industri hiburan beroperasi.