Misteri Villa Berdarah

2 Januari.

Rombongan polisi itu datang dengan sirine mobil yang meraung-raung, setengah jam semenjak Arman menelepon mereka. Mobil-mobil mereka terparkir di depan gerbang halaman villa, sementara beberapa orang polisi nampak masuk ke dalam villa yang terkesan suram itu. Beberapa yang lainnya berjaga-jaga di luar dengan senjata di tangan.

Komandan Polisi Indrawan sengaja turun langsung ke lapangan karena kebetulan ia tertarik dengan kasus di villa itu. Ia sudah beberapa kali mendengar keangkeran villa tersebut, dan sekarang ia telah menginjakkan kaki di lantai villa yang konon amat angker itu. Saat membuka pintu depan yang tak terkunci, mata Komandan Indrawan langsung tertuju pada noda-noda merah bekas darah yang sepertinya nampak diseret dari belakang pintu. Bersama beberapa anak buahnya ia melangkah mengikuti arah seretan darah itu, sampai di ruang belakang...

“Ya Tuhan,” gumamnya dengan terkejut saat menyaksikan mayat-mayat bergelimpangan di ruangan belakang. Ada tiga mayat lelaki dan satu mayat perempuan, semuanya masih nampak muda, bergelimpangan bermandi darah dengan leher yang menganga. Tak jauh dari mereka ada seorang lagi yang juga nampak tergeletak tak bernyawa di pojokan dapur, dengan kondisi yang sama mengerikannya. Lehernya menganga dengan darah yang membanjir di sekitar tubuhnya.

“Komandan,” seru seorang anak buahnya.

Komandan Indrawan menengok dan melihat anak buahnya menunjuk ke atas. Komandan Indrawan mengikuti arah yang ditunjuk anak buahnya dan sekali lagi terkejut menyaksikan seorang perempuan yang juga masih muda nampak tergantung-gantung di atap dengan sebuah tambang besar melilit di lehernya.

Juru foto pihak kepolisian segera sibuk mendokumentasikan kondisi mayat-mayat itu, sementara Komandan Indrawan juga sibuk memberikan banyak perintah untuk persiapan evakuasi mayat-mayat itu.

“Periksa kamar-kamar,” katanya pada dua anak buahnya yang dengan sigap segera membuka pintu-pintu kamar itu.

Di salah satu kamar mereka menemukan sesosok mayat perempuan yang sama mengenaskannya dengan leher yang terbuka menganga, sementara di kamar yang satunya terdapat sesosok mayat lelaki berusia sebaya dengan yang lain. Di antara semua mayat yang ada di villa itu, sepertinya mayat lelaki yang ada di dalam kamar itulah yang wujudnya masih utuh, tak ada luka apa-apa di tubuhnya. Kamar ketiga yang juga di periksa tak ditemukan apa-apa.

Sekali lagi juru foto sibuk memotret mayat-mayat itu, sementara di luar terdengar raungan sirine beberapa ambulan yang mendekat ke areal villa tempat kejadian itu. Sesaat kemudian beberapa petugas medis memasuki villa itu dengan brankar-brankar dalam usungan.

Komandan Indrawan masih sibuk memberikan beberapa instruksi pada anak buahnya di dalam villa itu ketika seorang anak buahnya yang lain datang menemuinya dari luar.

“Komandan,” lapornya, “anak-anak pecinta alam di luar itu meminta tolong untuk membawakan salah seorang kawannya yang terluka...”

Komandan Indrawan menjawab dengan tidak sabar, “Iya, mereka sudah menyatakan hal itu di telepon. Berikan satu ambulan untuk mereka, tapi tahan kawan-kawannya yang lain untuk dimintai keterangan. Kita membutuhkan banyak informasi untuk kasus mengerikan di sini...”

Komandan Indrawan kembali sibuk dengan para anak buahnya dan beberapa petugas medis di dalam villa yang mulai mengangkat mayat-mayat itu ke atas brankar untuk evakuasi. Satu-persatu mayat-mayat itu diusung dengan brankar dan dimasukkan ke ambulan di luar. Tubuh-tubuh mereka yang mengerikan nampak ditutupi kain putih.

Komandan Indrawan mengawasi setiap mayat yang diambil dari dalam villa itu. Saat mayat lelaki yang berada di dalam kamar telah dipindahkan ke atas brankar, mata Komandan Indrawan yang begitu tajam melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.

“Tunggu,” ucapnya kemudian.

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (63)