Misteri Villa Berdarah

1 Januari,
satu hari sebelum ditemukannya mayat-mayat itu...

Peristiwa itu sungguh mengejutkan dan tidak pernah disangka sama sekali oleh satu pun di antara mereka. Apa yang terjadi dengan Aryo? Dia tiba-tiba saja kesakitan, terkulai, lalu mati. Apa yang terjadi dengannya?

Atas perintah Ricky, tubuh Aryo yang telah tak bernyawa itu lalu dibawa ke kamar di ruang belakang.

“Sebaiknya dia...agak jauh dari kita,” kata Ricky saat memutuskan dimana sebaiknya mayat Aryo akan diletakkan. Pemilihan kamar di ruang belakang itu pun dirasa paling tepat karena dibanding kamar-kamar yang lainnya, kamar yang ada di ruang belakang itulah yang paling jauh jaraknya dari tempat mereka yang masih ada di ruang tengah villa itu.

Maka mayat Aryo pun dibaringkan di atas springbed yang ada di kamar belakang, lalu ditutupi dengan selimut yang ada di sana.

“Tutupi semua tubuhnya,” kata Ricky sambil bergidik.

Dan kini mereka kembali berkumpul di ruang tengah dengan wajah-wajah yang tegang. Hujan di luar terdengar semakin deras, udara terasa semakin dingin, dan kegelisahan di dalam villa itu pun semakin membesar. Kegelisahan yang bercampur dengan ketakutan...

“Apa sebenarnya yang terjadi dengannya?” tanya Jefry dengan bingung.

“Aku tidak tahu,” sahut Ricky dengan sama bingungnya. “Dia tiba-tiba saja kesakitan, kita semua melihatnya, dan tiba-tiba dia...mati.”

Renata yang ada di dekat Jefry tiba-tiba terisak, “Dia...dia minum sesuatu dari gelasku...”

Sekarang mereka mulai menyadari dan mulai meributkan pindahnya tempat duduk mereka yang semula tak terlalu disadari itu. Jefry yang pertama kali sadar dengan apa yang terjadi karena itu menyangkut diri kekasihnya.

“Aryo menempati kursi tempat dudukku semula, dan aku sekarang menempati kursi yang semula diduduki Heru dan Cheryl. Aryo meminum sesuatu dari gelas milik Renata, dan sekarang dia mati.” Jefry terlihat menahan amarahnya sendiri. “Kalian tahu apa maksudnya? Minuman itu seharusnya diminum oleh Renata, dan mungkin kalau kita tidak berpindah tempat duduk seperti ini, Renatalah yang sekarang mati!”

“Jef...” bisik Renata sambil terisak.

Jefry merengkuh bahu kekasihnya untuk menenangkannya dari shock atas kejadian itu. Dia kembali berpaling pada kawan-kawannya. “Minuman itu pasti mengandung racun atau sesuatu yang mematikan, dan pasti seseorang telah melakukannya...”

Tidak ada yang bersuara. Nirina nampak ketakutan dalam pelukan Ricky, sementara Cheryl membeku di samping Heru. Edi juga hanya terduduk lemas di kursinya. Sementara Jefry masih kebingungan dengan amarahnya sendiri.

“Siapa yang ingin membunuh Renata?! Siapa yang menaruh racun dalam gelasnya...?!” ucap Jefry lagi dengan penuh amarah yang tertahan. Matanya mengelilingi kawan-kawannya.

“Jef,” ucap Heru tiba-tiba, memecahkan kesunyian di antara mereka, “kamu tidak seharusnya terlalu cepat mengambil kesimpulan seperti itu...”

“Lalu apa?!” bantah Jefry dengan marah. “Lalu apa yang sesungguhnya terjadi kalau bukan seperti itu kenyataannya?! Seseorang telah sengaja meracuni minuman Renata dan dia pasti telah bertujuan untuk membuat pacarku mati!” Lalu seperti teringat sesuatu, Jefry bermaksud mengambil gelas milik Renata yang tadi diminum oleh Aryo.

Tetapi Ricky langsung menyambar gelas itu dan berkata sambil menatap Jefry, “Aku setuju denganmu, Jef. Tapi kita tidak bisa buru-buru mengambil kesimpulan semacam ini. Kesannya kamu jadi menuduh seseorang di antara kita yang melakukannya.” Ricky masih memegangi gelas itu. “Kita akan periksakan isi gelas ini besok, dan kita akan tahu apa sesungguhnya yang ada dalam gelas ini yang membuat Aryo sampai mati. Dan sebelum itu diketahui, sebaiknya kita tidak mengambil kesimpulan apapun...”

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (47)