Misteri Villa Berdarah

“Nirina minta kita hanya dua hari disana,” kata Ricky kemudian.

“Cheryl juga begitu,” sahut Heru.

Ricky tersenyum. “Apa sebenarnya azimat yang kamu pakai hingga bisa membawanya ikut serta, Her?”

Heru hanya tertawa kecil. “Sebaiknya kamu tanya sendiri sama Cheryl,” katanya kemudian dengan lirih agar Cheryl tak sampai terbangun dari tidurnya.

“Di antara semua cewek yang pernah kamu gaet, menurutku, cewek inilah yang paling penuh tantangan.”

Sekali lagi Heru tertawa kecil menanggapi ucapan itu, “Karena dia tunangan Rino?”

“Salah satunya itu,” jawab Ricky. “Seisi kampus kita tidak ada yang berani mendekatinya karena mereka tahu siapa pemiliknya. Tapi kamu tetap cuek saja.”

“Aku juga tidak bakal mendekatinya kalau saja aku tahu,” sahut Heru asal-asalan.

Ricky terkejut. “What?”

“Aku sama sekali tidak tahu sebelumnya kalau dia tunangan Rino.”

Ricky tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban yang jujur itu. “Tapi kok dianya mau ya didekati kamu?” tanyanya kemudian dengan heran.

“Itulah anehnya cewek, Rick,” gumam Heru sambil tersenyum. “Mereka itu...unpredictable.”

“Itu seperti istilah ekonomi,” sahut Ricky sambil tergelak lagi.

Tawa Ricky seketika terhenti ketika Heru dengan panik mencekal lengannya dan berkata dengan kacau, “Hei-hei-hei, apa itu...???”

Ricky yang merasakan cekalan Heru pada lengannya segera saja menekan pedal rem dan langsung menyaksikan apa yang ditunjuk oleh Heru. Sesuatu yang berwarna hitam nampak bergerak melintang di jalanan di hadapan mereka, sesuatu yang merayap perlahan-lahan dengan aura mengerikan.

“U-ular...?!” desis Ricky sambil bergidik menyaksikan sosok hitam itu bergerak merayap tak jauh di depan mobilnya yang kini telah berhenti.

Heru nampak memperhatikan ular itu tanpa berkedip. Ular itu sebesar bambu berukuran besar, berwarna hitam legam dengan belang-belang warna kuning dan jingga yang mengerikan. Panjangnya mungkin mencapai dua meter.

“Baru kali ini aku melihat ular sebesar itu,” bisik Heru sambil berharap ketiga cewek di belakangnya tak ada yang terbangun. Mereka pasti akan menjerit tak karuan kalau sampai melihat apa yang kini ada di hadapannya.

Ricky seperti mematung di tempat duduknya melihat kengerian di depan matanya, sementara ular itu tidak juga pergi dari tempatnya semula. Ular itu kini bahkan melingkar dan memamerkan kepalanya yang berbentuk pipih menyerupai ular kobra dengan lidah runcing bercabang dua yang dijulur-julurkannya, seolah menantang sosok-sosok di hadapannya.

Tiba-tiba Ricky seperti tersadar dari keterkejutannya, dan dengan kasar disentakkannya persneling mobilnya. Heru yang tahu maksud Ricky segera mencekal lengan Ricky dan berbisik tertahan, “Tunggu dulu Rick, jangan sampai kita melindas ular itu!”

“Tap-tapi...dia tidak mau pergi,” kata Ricky dengan panik.

“Biar saja. Dia pasti pergi sebentar lagi.”

Sementara mobil Jefry yang telah menyusul mereka kini telah berada tepat di belakang mobil Ricky. Jefry membunyikan klakson seperti menanyakan apa yang terjadi, sementara Ricky segera membuka jendela mobilnya dan melambaikan tangannya, memberi tanda agar Jefry diam di tempat.

Tetapi Jefry tidak paham dengan isyarat itu. Dia juga tidak melihat sesuatu yang berada di depan mobil Ricky. Jefry bahkan kemudian nampak keluar dari dalam mobilnya, mungkin karena penasaran dengan apa yang sesungguhnya tengah terjadi pada mobil Ricky. Edi bahkan ikut-ikutan turun dari mobil.

Ricky dan Heru yang melihat Jefry dan Edi keluar dari mobil menjadi panik sendiri.

“Oh, shit! Mengapa bocah-bocah itu tidak sabaran sekali?!” rutuk Ricky dengan jengkel. Ia lalu menjulurkan kepalanya keluar, bersamaan dengan Heru yang juga menjulurkan kepalanya keluar dari jendela di sisinya.

“Masuk kembali ke mobilmu, Jef!” teriak Ricky dengan suara lirih.

“Ada apa?” tanya Jefry dengan bingung.

“Pokoknya masuk dulu!”

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (38)