Misteri Villa Berdarah

Aryo mencoba menenangkan perasaannya sendiri yang tak karuan, dan dicobanya untuk menghilangkan bayangan-bayangan menakutkan yang sempat hinggap dalam benaknya. Tetapi dia masih saja teringat suara dingin penuh ancaman yang baru saja didengarnya melalui telepon itu. Benarkah itu ayahnya? Benarkah ayahnya masih hidup dan dia tahu kalau Aryo telah melanggar janji kepadanya? Benarkah ayahnya tahu kalau Aryo telah membuka mulut dan menceritakan pada kawan-kawannya soal pembunuhan ayahnya terhadap ibunya bertahun-tahun yang lalu itu...? Mengapa ayahnya bisa tahu kalau dia sekarang berada di sini...?

“Tunggulah janjiku! Aku tahu dimana pun kamu berada. Aku akan membunuhmu!”

Aryo kembali terngiang-ngiang ucapan terakhir penelepon itu. Benarkah itu ayahku...? Aryo merasakan tubuhnya semakin merinding. Ingatannya seperti dipaksa untuk kembali pada tahun-tahun yang telah berlalu ketika ia masih hidup bersama ayah dan ibunya, ketika hari-hari yang mereka lewati seperti dalam neraka.

Dan Aryo kembali terbayang serta merasakan kisah-kisah mengerikan di masa lalu itu kini kembali mencabik-cabik jiwanya, merongrong perasaannya. Wajah ayahnya... Aryo masih mengingat betul bagaimana ekspresi wajah ayahnya setiap kali menganiaya ibunya; wajah yang asing, wajah yang penuh ancaman dan menakutkan, wajah yang begitu ingin dilupakannya namun tak pernah bisa...

Dan kini, Aryo seperti kembali mendengar jerit dan tangis ketakutan ibunya setiap kali peristiwa itu berulang dan berulang. Malam-malam yang dingin, yang hening, malam-malam yang dipecahkan oleh isak tangis ibunya setiap kali ayahnya datang menjelang pagi sambil penuh amarah dan bau minuman keras yang menguar di hidung kecil Aryo bertahun-tahun yang lalu...

Dengan tangan gemetaran Aryo mencoba mendekatkan rokoknya ke mulutnya untuk menghisap kembali asap rokoknya, namun kemudian telinganya mendengar suara ketukan di pintu...

“Tok...tok...tok...”

Suara ketukan itu terdengar samar-samar, dan Aryo merasa ragu-ragu. Apakah itu benar ketukan di pintu? Ataukah hanya suara angin yang menyambar genteng? Atau suara air hujan di atas atap?

“Tok...tok...tok...”

Suara ketukan itu masih terdengar samar-samar. Aryo merasakan bulu kuduknya semakin merinding. Siapa yang bertamu malam-malam begini di villa yang terasing dan di tengah hujan deras seperti ini? Tiba-tiba Aryo kembali teringat ucapan Ricky tentang kisah bunuh diri yang pernah dilakukan di villa itu, dan Aryo merasakan bulu kuduknya semakin merinding. Oh, terkutuklah Ricky, makinya penuh kejengkelan. Mengapa aku mau ditinggalkannya di sini...?

Suara ketukan di pintu masih samar-samar terdengar. Suara deras hujan masih menggemuruh. Halilintar kembali menggelegar.

Aryo cepat-cepat mematikan rokoknya di asbak, lalu dengan panik dan ketakutan ditariknya selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. Semoga saja pintu depan telah terkunci!

Namun sampai tiga jam berada di dalam selimut, kedua mata Aryo tak pernah mau dipejamkan. Angannya bergerak melayang dengan nyalang.

Sesuatu yang teramat gelap dan mengerikan terus merayap di villa itu...

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (35)