Misteri Villa Berdarah

“Bagaimana, masih berfungsi, kan?” tanya Ricky sambil tersenyum.

“Ii-iya!” jawab Aryo, namun masih tetap menunjukkan ekspresi khawatir.

Akhirnya setelah dibujuk-bujuk, Aryo pun nampak menguatkan diri untuk mau ditinggal di villa itu. Ricky dan Edi terlihat lega.

“Ttap-tapi...” kata Aryo lagi. “Kkkenapa Ee-edi ttid-tidak dditinggal sssekalian ssaja?”

“Edi harus menemani aku, Ar,” jawab Ricky langsung. “Kami gantian menyetir mobil. Lagi pula, kalau Edi aku tinggal juga, aku takut kalau villaku ini dipakai untuk kegiatan homo!”

“Sialan!” rutuk Edi sambil tertawa.

Beberapa saat kemudian, Aryo mulai mengambil sapu di dapur dan membersihkan ruangan tengah. Ricky mengambil karpet dari dalam mobil yang sengaja telah ia persiapkan dari rumah dan digelarnya di atas lantai yang telah dibersihkan oleh Aryo. Mereka lalu duduk-duduk di atas karpet itu.

“Aduh,” keluh Ricky tiba-tiba. “Minuman kita habis!”

Edi juga baru ingat kalau persediaan minum yang dibawa dari rumah hanya tinggal sedikit dalam botol di mobil.

“Di sini tidak ada minuman?” tanya Edi.

“Kami jarang ke sini, Ed,” kata Ricky mengingatkan. “Jadi villa ini tidak menyediakan minuman. Bagaimana kalau kamu turun sebentar untuk beli minum di warung yang ada di bawah tadi? Sekalian belikan makanan yang banyak buat bekal Aryo selama di sini.”

Edi ingat kalau saat mereka naik tadi mereka melewati beberapa rumah makan dan juga wartel. Jaraknya tak terlalu jauh dari villa mereka. Maka Edi pun segera mengangguk. Diraihnya kontak mobil Ricky, lalu ia bergegas meninggalkan mereka.

“Agak cepat, Ed,” kata Ricky saat Edi sampai di pintu villa. “Jangan lama-lama!”

“Asal aku tidak tersesat!” jawab Edi asal-asalan. Tapi ia yakin kalau dia tak akan tersesat. Hanya ada satu jalan yang bisa dilewati mobil dari villa ini ke warung tadi, dan begitu pula sebaliknya.

Ricky membaringkan tubuhnya di atas karpet setelah mendengar suara mesin mobilnya menjauh dari halaman villa. Sementara Aryo sudah sibuk dengan sapunya, mengumpulkan debu yang bertumpuk di seluruh ruangan yang mulai dibersihkannya.

Sambil berbaring-baring di atas karpet, Ricky menerawang memandangi atap villa yang putih, dengan lampu hias di sana. Ia membayangkan malam tahun baru yang akan dinikmatinya di sini, bersama kawan-kawannya, bersama kekasihnya... Sudah lama sekali ia merindukan acara semacam itu; menikmati malam tahun baru dalam suasana yang hening, sepi, tanpa kebisingan jalan raya seperti yang biasa mereka nikmati, tanpa suara terompet, tanpa kembang api...

Lalu terlintas dalam benaknya untuk menciptakan suasana yang berbeda di villa ini. Angannya melayang dan dia terbayang pada beberapa film horor yang pernah disaksikannya. Ya, mengapa tidak, batinnya sambil tersenyum sendiri. Tentunya itu akan menjadi sebuah acara malam tahun baru yang tak akan mereka lupakan, batin Ricky lagi sambil perlahan-lahan mengangguk-anggukkan kepalanya sendiri. Semakin dipikirkan, rencana yang muncul secara spontan dalam benaknya itu terlihat semakin mengutuh dalam bayangannya, dan Ricky menjadi semakin bergairah.

Maka ketika Aryo nampak beristirahat sejenak sambil menyulut rokok di dekatnya, Ricky mulai memaparkan rencananya itu pada Aryo. Ya, hanya Aryo yang boleh tahu tentang rencana ini karena Aryolah yang akan tinggal di villa ini sebelum mereka semua datang. Aryo juga harus tahu rencana yang mengasyikkan ini karena dia bisa membantu untuk melakukan hal-hal yang diperlukan sebelum kawan-kawannya datang.

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (26)