Misteri Villa Berdarah

Sekali lagi Cheryl membayangkan wajah Heru yang tampan, membayangkan sikap manis dan tutur katanya yang menyenangkan, dan sekali lagi Cheryl tersenyum. Heru mengajaknya untuk menikmati malam tahun baru di villa milik Ricky. Ya, apa salahnya? Sudah dua kali Cheryl menikmati malam tahun baru bersama Rino. Tak ada salahnya kalau malam tahun baru kali ini dinikmatinya bersama Heru. Toh hanya sekali ini saja, kan?

Dan kelak, setelah Cheryl sudah merasa cukup bermain-main dengan Heru, Cheryl pun sudah mempersiapkan setumpuk alasan yang dirasanya tepat untuk memutuskan hubungannya dengan Heru. Yang jelas, Cheryl akan meninggalkan cowok itu terlebih dulu sebelum cowok playboy itu memutuskan untuk meninggalkannya. Jika dia menganggapku sebagai bagian petualangannya, dia pun hanya bagian kecil dari petualanganku!

Cheryl memeluk gulingnya sambil tersenyum, dan suara musik klasiknya Diego Modena masih lembut mengalun.

***

Aryo merasa terjebak di tempat yang amat gelap itu ketika sebuah tangan besar tiba-tiba mencengkeram kerah bajunya dengan kasar dan menariknya dengan sentakan yang menakutkan. Ketika matanya mulai merasa terbiasa dengan kegelapan di tempat itu, samar-samar Aryo mulai melihat keadaan di sekelilingnya, dan nampak di hadapannya, begitu dekat, seraut wajah yang paling ditakutinya sepanjang hidupnya...

“Aku sudah mengatakan kepadamu agar kamu tutup mulut!” suara itu amat dingin dan kejam. “Tapi kamu melanggar perintahku...!”

“A-a-a-aaakuu...” Aryo tergagap tanpa mampu bicara.

“Aku selalu tahu dimana pun kamu berada, dan aku pasti akan menemukanmu...”

Di dalam ketakutan dan kepanikannya, Aryo kini mulai melihat sebilah pisau tajam yang berkilauan di kegelapan, dan sekarang pisau mengkilat itu mulai bergerak dalam genggaman tangan orang yang masih mencengkeramnya. 

“Sekarang aku akan penuhi janjiku...”

Dan pisau itu mendekat ke leher Aryo.

Aryo mencoba berontak, mencoba melepaskan tangan kekar yang mencengkeram kerah bajunya dan berusaha agar bisa menghindar dari hunjaman pisau itu, namun seluruh tenaganya sepertinya telah habis terkuras oleh rasa takutnya. Ia hanya mampu bergerak pelan, tanpa tenaga, dan dia pun merasakan bibirnya tak mampu terbuka lagi untuk berteriak atau minta tolong...

“Aku akan membunuhmu...” suara dingin itu terasa begitu dekat di telinganya.

Lalu pisau yang mengkilat itu bergerak dengan cepat ke leher Aryo, sementara Aryo mencoba menghindar sebisanya, namun cengkeraman di kerah bajunya menarik leher Aryo.

Crrraaaaaassshhh...!

Aryo merasakan lehernya begitu perih saat pisau itu menyabet dengan cepat dan memuncratkan darahnya ke udara. Kedua matanya membelalak menatap seraut wajah di hadapannya yang menatapnya dengan penuh kebengisan, dan saat Aryo merasa nyawanya akan segera melayang, sosok di hadapannya dengan kejam menendang perutnya dengan keras, hingga Aryo terhuyung dan terjatuh sambil merasakan seluruh isi perutnya bergolak.

Duk!

“A-aaduh!” Aryo mengaduh sambil memegangi kepalanya yang membentur lantai kamar tidurnya. Kamarnya yang cukup gelap membuatnya sedikit panik setelah terjaga dari tidur dan mimpi buruknya, dan Aryo buru-buru bangkit untuk menyalakan saklar lampu agar kamarnya lebih terang.

Aryo berbaring kembali di atas tempat tidurnya yang sederhana dengan napas yang naik-turun dengan cepat. Ia merasakan sekujur tubuhnya penuh keringat. Dilihatnya jam di dinding menunjukkan pukul dua dini hari. Dia baru tidur empat jam, namun kini rasanya matanya sulit untuk kembali dikatupkan. Mimpi yang barusan mendatanginya masih begitu menghantuinya, meski itu bukanlah mimpi buruknya yang pertama.

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (19)