Misteri Villa Berdarah (16)

“Sepertinya kok tidak match,” komentar Heru kemudian. “Cheryl yang lembut itu tunangan dengan Rino yang brangasan? Kamu serius, Ed?”

“Kamu boleh percaya boleh tidak, Her,” sahut Edi. “Tapi aku dikasih tahu Benny, kawan Rino, menyangkut hal itu. Dia meyakinkan aku kalau Cheryl benar-benar sudah bertunangan dengan Rino dan dia juga memintaku agar mengatakan hal ini ke kamu. Mungkin maksudnya biar kamu tidak bikin urusan dengan Rino.”

“Tapi Cheryl tidak menolak setiap kali aku mengajaknya keluar.” Heru masih bersikukuh.

“Itu bukan urusanku, oke?” Edi menatap sahabatnya. “Tapi, sebaiknya kamu pikir-pikir dulu sebelum melanjutkan petualanganmu dengan cewek itu. Jefry yang tukang berantem saja masih mikir-mikir kalau harus berurusan dengan Rino...”

“Sialan! Kamu kira aku takut sama cowok itu?” Heru malah jadi merasa tertantang.

“Aku tidak bermaksud ngomong begitu, Her.” Edi jadi serba salah. “Aku hanya mau mengingatkanmu bahwa masih ada cewek-cewek lain yang lebih sehat untuk kamu ajak kencan daripada Cheryl yang bisa mendatangkan masalah buatmu.”

“Tapi dia mau dan aku tidak pernah memaksanya, oke?” Heru menatap Edi dengan serius. “Dan kalau Rino atau siapapun yang merasa jadi tunangannya marah karena hubunganku dengan Cheryl, itu bukan urusanku!”

“Oke, oke,” sahut Edi kemudian dengan pasrah. “Yang penting aku sudah ngasih tahu hal itu ke kamu.”

Heru hanya mengangguk dan menghembuskan asap rokoknya.

Edi segera beranjak dari hadapan Heru ketika pintu kelas Cheryl terlihat terbuka dan nampak para mahasiswa di dalamnya mulai berhamburan keluar.

Heru membuang puntung rokoknya ketika Cheryl terlihat keluar dari dalam kelas dan melangkah menuju ke arahnya.

“Sudah lama menunggu?” sapa Cheryl dengan senyum yang manis.

“Tidak juga,” jawab Heru sambil membalas senyum itu. “Mau pulang sekarang?”

Cheryl mengangguk, dan mereka pun lalu melangkah berdampingan menuju tempat parkir kampus yang jaraknya cukup jauh dari tempat itu. Mereka bercakap-cakap dengan asyik, sementara Heru mencari celah untuk mengungkapkan rasa ingin tahunya. Sampai kemudian…

“Aku dengar kalau kamu sudah bertunangan dengan Rino,” kata Heru sambil mereka terus melangkah. “Benar tidak, Cher?”

“Kamu dengar dari mana?” Cheryl sepertinya tak terlalu terkejut dengan pertanyaan itu.

“Ada yang bilang. Jadi benar kamu sudah bertunangan dengan Rino?” Heru ingin memastikan.

“Ya, kami memang sudah bertunangan.”

Heru tak tahu harus menjawab apa atas pernyataan Cheryl yang jujur itu.

Cheryl kemudian menyambung, “Tapi itu adalah pertunangan yang dipaksakan, Her.”

“Maksudmu?”

“Orangtuaku yang menginginkan pertunangan itu,” jelas Cheryl. “Orangtuaku dan orangtua Rino saling kenal cukup dekat, dan entah atas ide gila siapa, yang jelas kemudian mereka bersepakat untuk menjodohkan aku dengan Rino. Dan pertunangan itu pun terjadi.”

“Dan kamu setuju?”

“Aku tidak setuju pada awalnya, dan aku pikir kalau Rino juga tidak setuju dengan rencana pertunangan itu, tentunya orangtua kami pun tidak akan melanjutkan rencana mereka…”

“Tapi…?”

“Tapi ternyata Rino setuju, bahkan kata mamiku, dialah yang menginginkan pertunangan itu. Ada banyak hal yang menjadikanku tidak bisa menolak keputusan itu, Her. Dan kami pun lalu bertunangan, tapi hingga sekarang aku tidak pernah bisa mencintainya…”

Sekali lagi Heru merasa tak mampu menjawab atau berkomentar apa-apa dengan pengakuan yang jujur itu. Tapi untunglah mereka kini telah sampai di depan mobilnya, dan Heru pun segera membukakan pintu untuk Cheryl.

Saat mereka masuk ke dalam mobil itu, sepasang mata nampak memperhatikan dari kejauhan, namun Heru maupun Cheryl sama sekali tak menyadarinya.

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (17)