Misteri Villa Berdarah

Aryo tidak tahu mengapa hal yang mengerikan itu selalu terjadi di malam buta menjelang pagi seperti itu. Selalu saja terdengar pertengkaran setelah ayahnya pulang, lalu bentakan dan makian kasar yang berlanjut dengan penganiayaan ayahnya terhadap ibunya. Dan ibunya akan menjerit-jerit kesakitan, menangis ketakutan dengan suara yang amat tersiksa. Terkadang beberapa tetangga yang mendengar keributan itu akan keluar dari rumah mereka, tapi setelah kejadian semacam itu terjadi hampir setiap hari, mereka pun lama-lama menjadi terbiasa mendengarnya.

Tetapi Aryo tak pernah bisa membiasakan dirinya dengan kenyataan itu.

Setiap kali menyaksikan ibunya dianiaya dengan begitu kejam oleh ayahnya, Aryo ingin memberontak. Ia ingin menolong ibunya, membebaskannya dari segala penyiksaan ayahnya, namun Aryo kecil tak pernah memiliki keberanian untuk melakukannya. Bahkan jika nasibnya sedang buruk, Aryo pun seringkali mendapatkan siksaannya sendiri dari ayahnya. Sudah beberapa kali dalam masa kecilnya, Aryo merasakan sakitnya tamparan dan pukulan ayahnya sendiri, dan juga pernah merasakan bagaimana sakitnya saat kepalanya dihantam dengan botol minuman keras hingga berdarah.

Hari-hari di masa kecil Aryo adalah hari-hari yang panjang penuh ketakutan demi ketakutan, dan ketakutan itu adalah kepada ayahnya sendiri. Ketika hanya bersama ibunya, Aryo bisa merasakan sedikit kebahagiaan dari ketenangan tanpa ayahnya. Tetapi setiap kali ingat bahwa ayahnya sewaktu-waktu akan pulang kembali ke rumah, ketakutan-ketakutan itu pun muncul kembali. Aryo tak pernah merasakan kedamaian hidup, dan dia tak pernah tahu bagaimana menikmati masa kecil yang seharusnya indah dirasakannya.

Ibunya memang memberikan kasih sayang kepadanya, sekecil apapun yang dapat diberikannya. Kadang sambil menangis, ibunya memeluknya dengan sayang, dan Aryo pun dapat melihat dengan begitu dekat luka-luka yang telah dialami oleh ibunya akibat penganiayaan ayahnya, dan rasanya Aryo ingin menangis...

Sampai kemudian sebuah peristiwa yang amat mengerikan dalam hidupnya pun terjadi; sebuah peristiwa yang ia yakin tak akan dapat ia lupakan sepanjang hidupnya...

Waktu itu, seingat Aryo, ia masih duduk di bangku kelas tiga SD. Malam menjelang pagi waktu itu, ayahnya seperti biasa datang menggedor-gedor pintu rumah dan Aryo beserta ibunya pun terbangun dari tidurnya. Waktu itu ibunya sedang menderita sakit; beberapa hari sebelumnya Aryo tahu kalau ibunya menderita demam dan seringkali menggigil dalam tidurnya.

“Biar saya yang membukakan pintu, Bu,” kata Aryo dengan mata yang mengantuk sambil memandang ibunya yang kesulitan turun dari tempat tidur.

“Jangan, biar Ibu saja,” sahut ibunya dengan letih. “Ayahmu pasti mabuk lagi...”

Aryo masih akan menggantikan ibunya, namun ibunya segera meminta, “Sebaiknya kamu tidur lagi saja.”

Maka Aryo pun terdiam di atas tempat tidurnya, memperhatikan ibunya yang terlihat lemah itu melangkah tertatih-tatih keluar dari kamar, sementara suara gedoran di pintu rumah semakin keras terdengar di telinganya. Suara ayahnya yang kasar pun berulang-ulang memanggil untuk dibukakan pintu.

Kemudian terdengar suara yang mengejutkan Aryo. Seperti suara sesuatu yang terjatuh dan membentur lantai. Dengan perasaan mengkhawatirkan ibunya, Aryo segera beranjak turun dari tempat tidur dan melangkah keluar dari kamar. Di ruang tengah didapatinya ibunya yang sedang berdiri dengan sempoyongan, dengan tangan yang menyandar pada tembok, sementara sebuah gelas nampak terjatuh di atas lantai. Mungkin terjatuh karena tersenggol ibunya. Sementara suara gedoran di pintu depan semakin terdengar keras dan suara ayahnya terdengar membentak-bentak tidak sabar.

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (12)