Misteri Villa Berdarah

Baru saja dibicarakan, sosok Aryo sudah nongol di depan mereka. Dia nampak berjalan perlahan menuju ke arah mereka dan cengar-cengir seperti biasa. Heru segera tahu apa yang diinginkan bocah itu.

“Her!” sapa Aryo dengan sumringah. “Bbbawa rrrokok...?”

Tuh kan? Heru langsung balas nyengir. Dia sudah hafal dengan kebiasaan kawannya yang satu ini. Aryo pasti habis sarapan dan butuh merokok. Maka segera diangsurkannya bungkus rokoknya pada Aryo yang langsung menyambutnya dengan senyum ceria.

“Kkka-kamu a-a-a...” kata Aryo kemudian setelah menyulut rokoknya.

“Ya ya, aku tahu,” sahut Heru sambil nyengir. Dia pun sudah hafal ucapan yang akan dikatakan oleh Aryo. “Aku sahabatmu yang terbaik, kan? Thank you!”

Aryo tertawa. Ricky dan Nirina pun tersenyum melihat ulah mereka. Ricky kemudian berkata pada Aryo, “Ar, ada pekerjaan buat kamu.”

“A-a-appa?”

“Kita kan rencananya mau menikmati malam tahun baru di villaku,” papar Ricky. “Nah, kemungkinan villa itu agak kotor karena lama tidak dipakai. Kalau kamu mau, kamu bisa membantu membersihkannya...”

Aryo langsung menjawab dengan antusias, “A-a-aku mau!”

“Bagus! Nanti kita atur waktunya,” kata Ricky dengan senang.

Mereka terus melangkah menuju kelas mereka hari ini.

***

Di dalam kelas pagi itu, Pak Burhan tengah mengabsensi para mahasiswa di kelasnya, sementara para mahasiswa telah duduk di kursinya masing-masing.

“Gunawan Wibisono...”

“Ada, Pak!”

“Ricky Herlambang.”

“Ada.”

“Edi Darmawan.”

“Ada.”

“Khoirul Muttaqin...”

“Ada, Pak.”

“Aryo Nugroho.”

“A-a-a-ada...!”

“Jefry Tambunan.”

“Ada, Pak...”

“Heru Rusdiyanto.”

“Ya, ada...”

Ricky, Heru dan Aryo ada di kelas yang sama semenjak semester awal di kampus mereka, dan karena itulah mereka bersahabat. Memasuki semester lima, Edi dan Jefry juga masuk ke kelas mereka, dan dua mahasiswa itu pun bergabung dengan mereka hingga sekarang. Mereka saling cocok dan persahabatan pun terjalin. Lima cowok itu sering menghabiskan waktu bersama, dan di antara mereka semua, hanya Aryolah yang kuliah dengan naik angkot sementara yang lain berangkat ke kampus dengan mobil.

Pada awalnya, Aryo tidak terlalu terbuka dengan sahabat-sahabatnya, namun seiring perjalanan persahabatan mereka yang semakin erat, kawan-kawannya pun mulai mengetahui latar belakang hidup diri Aryo. Aryo menceritakannya pada suatu malam saat mereka berkumpul di rumah Ricky sambil menikmati bir yang disediakan Ricky yang katanya baru diangkut dari kapal; bir asli luar negeri.

Aryo bercerita bahwa dulunya dia sama sekali tidak gagap. Dia masih ingat bahwa saat masih kecil, dia bisa berbicara dengan lancar. Namun pengalaman masa kecilnya yang mengerikan membuatnya gagap karena sering dihantui ketakutan demi ketakutan sekaligus kengerian.

Ayah Aryo seorang pemabuk berat yang suka menyiksa istrinya, dan sepanjang hidupnya di masa kecil, Aryo telah menyaksikan ratusan kali perbuatan jahat yang dilakukan oleh ayahnya terhadap ibunya. Semenjak kecil Aryo tahu kalau ayahnya tidak memiliki pekerjaan tetap; ia hanya bekerja serabutan apabila ada orang yang membutuhkan tenaganya. Seiring dengan usianya yang semakin besar, Aryo pun tahu kalau ayahnya juga menyediakan tenaganya untuk hal-hal yang bersifat kejahatan, namun Aryo pura-pura tak tahu.

Malam hari, ayahnya tak pernah ada di rumah. Dia selalu keluar, entah kemana atau dimana, entah bersama siapa. Lalu saat menjelang pagi, ayahnya biasanya akan pulang dengan menggedor-gedor pintu rumah. Aryo dan ibunya yang tengah terlelap dalam tidur biasanya akan terbangun dengan kaget karena suara gedoran itu, dan ibunya pun biasanya akan membukakan pintu dengan mata yang mengantuk. Lalu peristiwa itu terjadi lagi, terulang kembali, di depan sepasang mata kecil Aryo...

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (11)