Di Atas Gerbong Kereta

Di sana, di dalam gerbong kereta
Berdesak orang sesak udara
Aku tersudut tiada berdaya
Terhampar di sampingku tiada kata
Seorang lelaki bermuka bijaksana

Kutanya, “Mau kemana?”
“Menuju kedamaian jiwa,” jawabnya
“Dimana itu?”
“Di antara bumi dan langit.”
“Aku tak mengerti apa yang kau katakan.”
“Oh ya?”
“Ya.”

Kami diam sesaat tak berkata
Sungguh berfilsafat ucapannya
Kembali aku bersuara,
“Kita belum berkenalan.”
Dia tersenyum, “Ah, kita masih saudara.”
“Apa?” Terkejut aku tak terduga
“Ya, kita saudara. Anak Adam dan Hawa.”
Aku tertawa
Dia diam memandangku penuh tanya
“Mengapa kau tertawa?” tanyanya
“Kau pandai berbicara.”
“Hm, itu ungkapan jiwa.”
“Jiwa adalah karunia tiada tara.”
“Siapa pemberi karunia?”
“Allah—tiada yang lainnya.”
“Siapa...?”
“Allah. Dialah sang pencipta
Pencipta dunia seisinya
Pencipta hewan, tumbuhan dan manusia
Pencipta bumi dan antariksa
Tanpa dia, kita semua tak ada...”

Aku diam mendengarkannya
Sementara gerbong kereta
Terus melaju di atas rel-rel tua
Aku tertidur tiada terasa
Dibuai mimpi tentang kedamaian jiwa