Lalu Hitam

Mondar-mandir di lembut trotoar
Lirak-lirik cari perhatian
Bukan pragawati
Bukan pramugari
Entah siapa, mereka pun tak sadari diri

Malam Minggu berlalu sepi
Tak bertepi, tiada arti
Hilang kesabaran rindukan kasih
Impikan belaian sayang
Yang entah kapan kan kunjung datang
Hai, hai, hai, hati tak sabar

Tutup diary, tuk apa bersedih
Bisiknya lirih, “Kenapa aku sendiri.”
Terlukis indah wajah di bingkai cermin
Sepasang mata pandangi diri
Inikah aku?
Inikah aku?
Inikah aku?

Diri tak mampu melawan kodrat
Apalah daya, inilah kenyataan
Tak mungkin lari, tak mungkin menanti
Tapi sampai kapan akan sendiri?
Kenapa kehidupan harus begini?

Pangeran impian tak jua datang
Dua orangtua tiada pengertian
Menangis diri, bersedih sendiri
Di ujung kamar, berteman tembok
Yang setia temani
Lingkupi sunyi, mengurung sepi

Terhempas di bantal, memeluk guling
Air mata jatuh basahi pipi
Oh, kejamnya kau kenyataan...!

Gelap...gelap...gelap...
Jemari menggerayang mencari terang
Di mana ada cahaya
Dimana ada cinta
Dimana ada kejujuran
Dimana ada ketulusan
Kasih sayang itu hanya lukisan pasir
Cinta itu hanyalah impian semusim

Coba campakkan sedih dan pedih
Tapi hati terus merintih
Menjerit menuntut penyelesaian
Tapi diri tetap bertahan
Demi kasih sayang
Demi egoisme dan kebanggaan semu
Tak peduli hati terus diingkari
Tak peduli nurani terus didustai

Di dada pangeran berteduh bangga
Di atas mobil, bukakan mata para sahabat
Senyum di handphone
Akting di arena timezone
Dingin villa pun menjadi kisah indah
Penuh fantasi...!

Waktu berpacu, waktu berlalu
Diri sadari semuanya palsu
Penyesalan menjadi akhir penyelesaian
Telah hilang segala-galanya
Lunglai...terkulai
Jemari kaku buka lembar diary
Satu-satu melayang kisah masa lalu
Kini pedih...kini perih...
Tak kuasa menahan bening air mata
Sendiri...