Makam sang Keledai

Nasruddin dihadiahi sebuah keledai oleh seorang sahabatnya. Suatu hari, ketika sedang mengadakan perjalanan jauh dengan keledai itu, sang keledai jatuh sakit dan kemudian mati. Nasruddin amat berduka atas kematian keledainya itu karena selama ini sang keledai telah setia menemaninya kemana pun. Karenanya, setelah menguburkannya, Nasruddin pun menangis penuh kesedihan di dekat makam keledainya.

Bersamaan dengan itu, serombongan orang lewat setelah pulang dari berziarah. Mereka menyaksikan Nasruddin tengah duduk terpekur di dekat kuburan. Karena yang menangisi kuburan itu adalah Mullah Nasruddin Hoja, maka orang-orang itu pun segera saja berpikir kalau kuburan itu pastilah makam seorang yang suci. Maka rombongan itu pun segera berhenti untuk menziarahi makam itu.

Nasruddin segera melarang orang-orang itu dan menjelaskan bahwa yang terkubur di dalam makam itu adalah keledainya. Namun orang-orang itu tidak mau mempercayainya. Akhirnya, Nasruddin tak mampu lagi meyakinkan mereka, dan orang-orang itu pun meneruskan niatnya.

Semenjak itulah kemudian tersebar berita akan adanya sebuah makam keramat, dan orang-orang pun berduyun-duyun berdatangan ke ‘makam keramat’ itu untuk menziarahinya.

Beberapa tahun kemudian, Nasruddin bersama seorang sahabatnya pergi ke sebuah tempat yang perjalanannya kebetulan melewati kuburan keledai Nasruddin tadi itu. Di tempat kuburan itu mereka menyaksikan begitu banyak orang yang tengah memadati tempat itu untuk berziarah.

“Nasruddin,” kata sahabatnya, “kau tahu siapa almarhum yang dikuburkan di sana itu?”

Nasruddin tidak dapat berbohong pada sahabatnya, karena sahabatnya inilah yang dulu telah memberinya keledai itu. Maka Nasruddin pun menceritakan kejadian yang sebenarnya. Mendengar penuturan Nasruddin, sahabatnya itu tertawa terbahak-bahak.

“Tahukah kau, Nasruddin,” katanya sambil masih tertawa, “makam keramat yang ada di desaku adalah kuburan dari induk keledaimu…!”