Dalam Rengkuh Sayap Malaikat

“Tapi saya tidak melakukan kejahatan itu!” jerit Firsha putus asa. “Saya tidak tahu apa-apa menyangkut perampokan itu—saya bahkan tidak tahu kalau waktu itu telah terjadi perampokan! Bagaimana mungkin mereka akan menuntut saya???”

“Aku tahu, Firsha, aku tahu,” kata Daniel Gusman dengan sabar. Ia kemudian kembali melanjutkan dengan perlahan, “tapi ini bukan cerita novel dimana kebenaran selalu menang. Kau tengah menghadapi kenyataan—dan di dalam kenyataan, tidak selamanya yang benar yang akan menang.”

Firsha menghela napas letih. Kedua tangannya memegangi kepalanya. “Apa yang sekarang harus saya lakukan?” bisiknya kemudian dengan lelah.

Dan Daniel Gusman telah tahu jawabannya. “Seperti yang tadi telah kukatakan kepadamu, tidak seharusnya kau berada di sini. Tidak ada saksi ataupun bukti yang menguatkan bahwa kau melakukan kejahatan itu. Pihak kepolisian tidak bisa terus-menerus mengurungmu di sini tanpa ada dasar atau alasan hukum yang dapat dibenarkan. Dan tahukah kau mengapa mereka melakukan semuanya ini kepadamu...?”

Firsha menggelengkan kepalanya dengan lelah.

“Karena kau tidak memiliki pembela,” ujar Daniel Gusman dengan pasti. “Mereka merasa bebas memperlakukanmu karena mereka pikir tidak akan ada seorang pun yang akan meributkannya—dan itulah yang sekarang terjadi pada dirimu. Mereka terjebak pada opini masyarakat bahwa kau memang salah satu pelaku kejahatan itu, dan kemudian mereka pun secara tidak sadar ikut menganggapmu sebagai pelaku kejahatan itu. Kau telah menjadi korban, Firsha. Kau telah menjadi korban dari sesatnya opini masyarakat yang dibangun oleh surat kabar yang sama sesatnya!”

Firsha menatap wajah pengacara di hadapannya—sesosok lelaki berusia empat puluhan dengan wajah keras dan rahang yang kukuh—dan tiba-tiba Firsha seperti baru menyadari bahwa ia memang butuh orang yang dapat menolongnya. Tapi memiliki seorang pengacara...?

“Tapi...tapi saya tidak punya uang untuk...membayar Anda,” ucap Firsha akhirnya dengan suara parau.

Daniel Gusman menepuk-nepuk punggung tangan Firsha di hadapannya, dan berkata dengan pasti, “Kau tidak perlu membayarku. Yang perlu kau lakukan hanyalah menjadikanku sebagai pengacaramu, dan aku akan membereskan semua urusan ini demi kebebasanmu!”

Jika ada malaikat yang turun ke bumi, Firsha percaya bahwa Daniel Gusman itulah malaikatnya.

***

Daniel Gusman bukanlah pengacara spesialis kriminal, namun sepanjang karirnya sebagai pengacara, dia sudah cukup kenyang menghadapi kasus-kasus kriminalitas. Dan melalui pengacara itulah kemudian Firsha dapat dikeluarkan dari ruang tahanan meski untuk itu Daniel Gusman harus bertengkar terlebih dulu dengan pihak kepolisian.

Ketika pertengkaran yang sepertinya tidak akan pernah selesai itu selesai juga, pihak kepolisian mengajukan kenyataan bahwa mereka bersikeras untuk tetap menahan Firsha karena demi keselamatannya.

“Dia tidak memiliki siapa-siapa lagi di luar sana,” ujar sang kepala polisi, “sementara pihak keluarga korban begitu yakin kalau dialah pelakunya dan mereka terkesan mengancam keselamatan perempuan itu. Dia tidak memiliki siapa-siapa, itulah alasan kami tetap menahannya!”

“Sekarang dia memiliki saya,” ujar Daniel Gusman dengan rahang yang terkatup, “dan dia akan aman tinggal di rumah saya!”

“Tetapi Anda tidak bisa membawanya begitu saja!”

“Begitu pula Anda tidak bisa menahannya terus-menerus sebelum ada kepastian hukum bahwa dialah pelaku kejahatan itu!”

Maka sejak itulah Firsha mulai meninggalkan ruang tahanannya, dan mulai menghirup udara kebebasan kembali. Tak ada orang lain yang menyambut keluarnya dia dari ruang tahanannya selain hanya pengacaranya yang telah mempersiapkan mobilnya dengan pintu yang telah terbuka—dan Firsha tak tahu lagi bagaimana ia harus mengucapkan terima kasih atas semua kebaikan yang telah diterimanya itu.

Bersambung ke: Dalam Rengkuh Sayap Malaikat (8)