Dalam Rengkuh Sayap Malaikat

Saat ia berbelok di tikungan untuk menuju jalan raya, dan ketika langkah-langkah kakinya mulai letih setelah cukup jauh berlari, tiba-tiba Firsha merasakan tubuhnya dicengkeram oleh sesuatu—atau seseorang. Saat ia menyadari keadaannya, Firsha melihat tiga orang lelaki telah mengelilinginya, dan seorang dari mereka masih mencengkeram bahunya dengan amat keras—sesosok lelaki dengan wajah tirus yang terkesan kejam—sebuah wajah yang pernah dilihatnya...

Dan sebelum Firsha sempat melakukan apa-apa atau berteriak minta tolong, dua orang lelaki lainnya segera meringkusnya, membekap mulutnya, kemudian menyeretnya ke sebuah mobil berwarna gelap yang terparkir tak jauh dari mereka. Firsha dibawa masuk ke dalam mobil itu, dan mobil itu pun kemudian langsung melaju. Dua orang lelaki duduk mengapit Firsha di jok tengah, sementara lelaki yang lain duduk di jok depan bersama seorang perempuan yang menyetir mobil itu.

Firsha tak berani berbuat apa-apa karena kini sebilah belati menempel di lehernya, dan ia merasakan bilah belati itu makin menekan ke lehernya.

“Tetap diam dan tenang, dan kita akan selesaikan masalah ini.” Si lelaki bertampang tirus memberikan pengumuman.

Dan Firsha pun tak ingin melakukan hal lain—selain diam dan tenang.

Mobil itu terus melaju, sementara Firsha semakin merasakan tubuhnya gemetar—dan ketakutan. Ia tak berani mengatakan apa-apa apalagi berbuat apa-apa. Satu-satunya hal yang diharapkannya kini hanyalah keajaiban—meski ia sendiri pun tak tahu keajaiban macam apa yang dapat menyelamatkannya kali ini.

Firsha merasa sudah tak mampu lagi percaya kepada manusia—setelah manusia yang dikiranya malaikat pun ternyata tak sebaik yang dikiranya. Mungkin...hanya ada dua manusia yang baik yang pernah ada di dunia ini—kakek dan neneknya yang pernah dimilikinya. Namun kini dua orang yang baik itu telah tak ada...

Mobil berhenti, dan dua lelaki di sebelahnya menariknya turun, sementara lelaki yang satunya mendorong tubuhnya sambil terus menekankan belati ke lehernya. Saat turun dari mobil, Firsha baru menyadari bahwa sekarang mereka tengah berada di jembatan Hiloji. Suasana jembatan itu sangat sepi seperti biasa—apalagi selarut malam ini—dan Firsha tak tahu apa yang akan diperbuat oleh lelaki-lelaki ini di jembatan ini.

Tubuh Firsha ditarik mendekat ke pagar besi di bibir jembatan Hiloji, dan seketika Firsha mulai menyadari apa yang akan menimpanya. Seketika pula ia memberanikan diri untuk memberontak dari cengkeraman dua lelaki itu, namun segalanya telah terlambat. Tubuhnya telah begitu dekat dengan kisi-kisi besi itu, dan dua lelaki itu pun dengan garang melemparkannya ke sungai di bawah jembatan itu...

Saat tubuhnya melayang ke bawah untuk menjemput maut, telinga Firsha masih sempat menangkap raungan suara sirine mobil-mobil polisi yang berdatangan ke jembatan Hiloji...

***

Firsha merasakan tubuhnya melayang, dan terus melayang ke bawah, dan dia memejamkan kedua matanya karena ketakutan—dan menyadari bahwa sesaat lagi tubuhnya akan menyentuh air sungai di bawahnya, kemudian akan tenggelam di dalamnya, dihempaskan alirannya...

Namun kemudian Firsha merasakan tubuhnya terangkat naik—tak lagi meluncur ke bawah, dan dia semakin merasakan tubuhnya terus melayang naik—apa yang terjadi...? Dan ketika Firsha membuka kedua matanya, Firsha menyaksikan seraut wajah yang luar biasa tampan tengah tersenyum kepadanya.

Bersambung ke: Dalam Rengkuh Sayap Malaikat (13)