Misteri Pembunuhan Berantai

Ada kalanya gengsi mengalahkan cinta, tapi ada saatnya juga cinta mampu mengalahkan gengsi. Joshep masuk dalam kelompok yang kedua. Rasa gengsinya yang sangat besar itu akhirnya luluh dikalahkan oleh cintanya yang juga teramat besar pada Wulan. Maka dia pun kemudian nekat menyatakan cintanya, meskipun dengan cara sembunyi-sembunyi.

Sampai saat itu, tak ada seorang pun yang tahu tentang hal ini. Joshep begitu rapi menyimpan perasaannya, hingga para sahabatnya pun sampai tak tahu mengenai perasaan Joshep. Waktu itu, Joshep sudah begitu yakin bahwa dia pasti akan mendapatkan gadis pujaannya itu. Wulan pasti tak akan menunggu waktu lama-lama untuk menerima cinta Joshep, sebagaimana cewek-cewek lain yang biasa ia dekati selama ini.

Tapi rupanya apa yang dibayangkan Joshep sama sekali keliru. Wulan bukanlah sosok seperti yang dibayangkannya. Ia tidak silau dengan segala yang dimiliki Joshep, dan dengan terus-terang menyatakan tak bisa menerima cinta Joshep. Wulan bahkan tidak meminta waktu untuk memikirkannya.

Dia langsung sampai pada keputusan penolakannya begitu Joshep selesai menyatakan cintanya. Apakah Joshep tidak sedang bermimpi, atau setidaknya salah dengar? Bagaimana mungkin Wulan bisa menolaknya? Dia kembali mengulangi pernyataan cintanya, dan Wulan kembali memberikan jawaban penolakannya.
   
Joshep merasa terpukul. Meski tak ada yang tahu kisah itu, Joshep merasa malu pada dirinya sendiri. Dia merasa wajahnya tercoreng arang, hatinya seperti teriris dan harga dirinya tercabik-cabik. Ini sama sekali tak masuk akal, teriak Joshep waktu itu. Tapi meski tak masuk akal, Joshep kemudian harus mengakui bahwa memang seperti itulah kenyataannya.

Dia yang selama ini merasa hebat, besar dan superior itu kini seolah mengkerut dan mengecil karena penolakan dari seorang perempuan yang dianggapnya tak tahu diri itu. Tapi gilanya, perasaan cintanya kepada Wulan tidak juga mati seiring dengan kematian gengsinya. Meski Joshep merasakan begitu sakit karena penolakan itu, Joshep tak bisa juga menghilangkan perasaannya sendiri dan melupakan Wulan. Kemana pun dia pergi, bayangan Wulan terus saja mengikuti, menggodanya dengan pesona yang lugu, sekaligus mencemoohkannya!
   
Joshep frustrasi. Kegemaran mabuknya pun kemudian kian bertambah. Ia ingin terus mabuk agar bisa lepas dari bayangan Wulan. Ia ingin terus terbang agar kakinya tak berpijak lagi pada kenyataan yang begitu menyakitkan sekaligus memalukannya.
   
Hari yang kemudian berganti akhirnya mengantarkan Joshep pada puncak frustrasinya. Ia marah, sakit hati, dan sekaligus semakin jatuh cinta pada Wulan. Perasaan yang bermacam-macam itu menggumpal dalam dadanya, mencabik-cabik pikirannya dan seakan terus menghantam tepat di ulu hatinya.

Rasa gengsinya yang terlalu tinggi, perasaan superioritasnya yang teramat besar kemudian mulai bekerja kembali dan merubah perasan cinta itu menjadi suatu ledakan kebencian. Ia tak mau dikalahkan! Ia tak sudi dipecundangi! Joshep pun kemudian mulai membangun dendam…
  
Bersambung ke: Misteri Pembunuhan Berantai (43)