Misteri Pembunuhan Berantai

SIANG itu juga Joshep langsung menuju tempat kost Firdha. Saat mendapati rumah dalam keadaan sepi, Joshep langsung paham kalau para penghuni rumah kost itu sedang pada tidur siang atau paling tidak sedang berdiam diri di kamar masing-masing. Joshep menemui penjaga rumah dan minta ijin untuk bertemu dengan Firdha.
  
“Kayaknya Non Firdha sedang tidur siang tuh, Den,” kata laki-laki tua itu dengan lagak sok pentingnya.
   
Aku juga tahu, batin Joshep dongkol. “Saya ada perlu penting dengan Firdha. Ini menyangkut keluarganya yang ada di kampung. Jadi kalau bisa sekarang juga saya harus menyampaikannya, Pak.”
   
“Coba saya temui dulu.” Penjaga tua itu bersiap untuk meninggalkan Joshep, tapi kemudian berbalik kembali. “Oh ya, nama Anda?”
   
“Joshep.” Sok birokratis sekali!
   
Sekitar empat menit kemudian, penjaga itu kembali menemui Joshep. “Anda diminta langsung menemui Non Firdha di ruang tamu.”
   
“Apakah saya harus meninggalkan KTP?”
   
Tapi penjaga tua itu hanya melambaikan tangannya acuh tak acuh seraya berjalan meninggalkan Joshep. Segera Joshep bergegas menuju ruang tamu yang disediakan khusus untuk anak-anak kost, dan menemui Firdha yang telah duduk menunggu dengan mata sedikit merah.
   
“Sori, Fir,” sapa Joshep langsung begitu ia telah berhadapan dengan Firdha. “Aku terpaksa membangunkanmu.”
   
“Ada kabar apa dari keluargaku?” tanya Firdha dengan senyum sinis.
   
Joshep membalas senyum itu. “Alasan yang sudah kuno ya?”
   
Begitu mereka duduk berhadapan, Joshep langsung menuju sasaran. “Bisa nggak kalau sekarang kita keluar sebentar?”
   
“Untuk?” Firdha masih terlihat ogah-ogahan.
   
“Ada sesuatu yang harus kuomongkan ke kamu. Penting sekali.”
   
“Lebih penting dari tidur siangku?”
   
Joshep hanya bisa mengangguk. Bahkan lebih penting dari hidupmu!
   
Firdha tahu siapa Joshep. Sudah berkali-kali Firdha menghubungkan Joshep dengan teman-temannya yang bisa dibooking dan dia mendapatkan komisi yang besar dari pencaloan itu. Karenanya, Firdha tak terlalu keberatan ketika sekarang Joshep mengajaknya keluar. Ia tahu bahwa ia akan mendapatkan komisi yang besar lagi, seperti beberapa waktu yang lalu.
   
“Kamu mau menunggu, kan Josh?”
   
“Oke.” Dan Joshep pun mengeluarkan rokoknya.
   
Satu jam kemudian, mereka telah duduk berhadapan di sebuah kafe yang lengang dengan muka yang sama-sama menegang. Dengan hati-hati sekali Joshep menguraikan permasalahannya dan bagaimana Firdha harus membantunya.
   
“Tapi siapa sebenarnya yang membunuh Hakim, Josh?” Firdha belum menyetujui kesepakatan mereka, dan terlihat masih mencoba mengulur waktu.
   
“Aku tidak tahu,” jawab Joshep acuh. Bagaimana aku harus menjelaskannya padamu?!
   
“Tapi kenapa Rexi yang harus dijadikan tertuduh?”
   
“Karena sekarang dia menghilang, oke?” Joshep nyaris hilang kesabaran. “Kalau kamu setujui kesepakatan ini, sekarang juga kamu bisa dapatkan uangnya.”
   
“Dan kalau tidak?”
   
“Mungkin kamu akan menyusul Hakim!”
  
Bersambung ke: Misteri Pembunuhan Berantai (26)