Dunia Tak Terlihat

Keempat peri di sekeliling Rafli hanya diam, sementara sosok bunda di kursinya juga masih menatap Rafli dengan bibir terbungkam. Rafli merasa bahwa dia harus berbicara—atau setidaknya menanyakan sesuatu yang kini terjadi pada dirinya.

“Ehm, begini,” Rafli memulai, “saya...nama saya Rafli, dan...dan...saya sebenarnya mau mengambil bola basket saya yang...”

“Ya, ya,” potong Bunda dengan senyum yang bijaksana. “Memang kaulah orangnya. Kaulah yang telah dikirim kemari untuk membantu negeri ini.”

“Tapi...tapi saya tidak paham,” ujar Rafli dengan bingung. “Siapa yang telah mengirim saya? Dan...saya harus membantu apa?”

“Kau telah dikirim oleh sang Takdir, Anakku,” jawab Bunda dengan senyum yang lembut, “dan yang harus kau lakukan di sini adalah membantu kami, membantu negeri ini memerangi Gonakareka.”

“Gona...bagaimana?”

“Gonakareka, Anakku,” ulang Bunda dengan suara yang lebih perlahan.

“Ya, dan siapa Gona...itu?”

“Gonakareka akan datang ke sini untuk menodai kesucian para peri di negeri ini,” terang Bunda, “dan tidak ada satu pun dari kami yang akan sanggup melawannya selain seorang manusia yang telah dijanjikan oleh sang Takdir untuk dikirimkan ke negeri ini—seorang manusia yang akan sanggup melawan dan mengalahkannya. Dan kaulah manusia yang telah dijanjikan itu, Anakku. Begitu kau sampai di negeri ini, kami tahu bahwa memang kaulah orangnya.”

“Tt-tapi...Gona...itu siapa?” tanya Rafli dengan panik.

“Gonakareka itu raksasa berkepala tiga.”

Jantung Rafli seperti merosot dari tempatnya. Oh gusti, mengapa aku bukan Superman—atau Spiderman...???

***

Selama berada di negeri peri itu, Rafli tak ubahnya seperti turis yang melancong ke suatu tempat yang baru—dan para peri di sana menyambutnya dengan kehangatan serta keramahan yang luar biasa, karena mereka meyakini kalau Rafli adalah manusia yang memang telah dikirim oleh sang Takdir untuk menyelamatkan kesucian mereka serta kesucian negeri itu.

Rafli juga mulai mengetahui kalau para peri di negeri itu memiliki nama-nama yang tak jauh berbeda dengan nama-nama cewek di dunianya. Empat peri yang pertama kali menjemputnya di negeri itu bernama Ratna, Sibyan, Lilya dan Havni. Sementara sosok wanita bijaksana yang disebut sebagai bunda para peri itu memiliki nama yang sulit dieja—Rafli harus berulang-ulang kali menghafalkannya—Fricasvarillya.

“Apakah di sini tak ada cowok?” tanya Rafli suatu hari pada Lilya—salah satu peri yang paling akrab dengannya. “Maksudku, apakah semua yang tinggal di negeri ini adalah para peri...hm, perempuan?”

“Ya,” jawab Lilya.

Oh yeah, batin Rafli, cowok-cowok di kampusnya seharusnya tahu tempat ini!

“Tidak adakah...hm, peri laki-laki?” tanya Rafli lagi ingin tahu.

Lilya menggelengkan kepala. “Tidak ada.”

Lalu bagaimana cara kalian beranak-pinak? Tapi Rafli tak berani menanyakannya karena takut dianggap kurang ajar atau tak sopan—ini negeri peri, bukan negeri manusia seperti yang biasa ditinggalinya.

Dari Lilya pulalah Rafli kemudian tahu apa atau siapa itu Gonakareka beserta penjelasannya yang lebih lengkap.

Bersambung ke: Dunia Tak Terlihat (9)