Dunia Tak Terlihat

Tanah di bawah kakinya terasa semakin bergoyang-goyang, dan Rafli merasakan tubuhnya semakin gemetaran. Dan saat ia melihat bayangan gelap mulai merayapi tanah di hadapannya, Rafli pun menengok ke atasnya dan jantungnya seperti berhenti berdetak seketika. Sesosok yang luar biasa besar telah berdiri tak jauh di hadapannya—sesosok menakutkan dengan tubuh yang tinggi dan luar biasa besar, dan...menyeringai kepadanya dengan tiga kepalanya yang bergerak-gerak mengerikan. Oh gusti, mengapa harus ada makhluk seperti ini...???

Sambil gemetar, gugup dan ketakutan, Rafli membuka kancing-kancing bajunya, namun ia seketika tersadar bahwa ia bukan Superman lagi. Juga bukan Spiderman lagi. Kaos yang melekat di tubuhnya tidak bergambar huruf ‘S’ dalam segitiga diamond, juga bukan kostum laba-laba, melainkan kaos basketnya! Apa yang harus kulakukan...???

“GGGGGRRRRRHHH...!!!” Raksasa itu berteriak marah sambil meng-hantamkan tinjunya yang amat besar ke arah tempat Rafli berpijak.

Rafli merasa langit di atasnya seperti akan runtuh dan dia mencoba bergerak, namun kegelapan yang turun ke arahnya itu sepertinya begitu besar dan ia tak tahu lagi harus bergerak kemana...

DBUUMMMM...!!!

“Aaaaaakkhhh...!!!” Rafli menjerit sekuat-kuatnya ketika kepalan tangan yang amat besar itu hampir sampai kepadanya, namun empat peri di sekelilingnya segera menariknya dengan cepat dan membawanya terbang menjauh. Tanah bekas tempatnya berpijak telah hancur dalam rekahan-rekahan yang mengerikan—dan Rafli tak bisa membayangkan apa jadinya ia kalau masih ada di sana. Kini Rafli merasa empat peri itu membawanya menjauh dari raksasa yang mengerikan itu. Dari ketinggian tempatnya terbang, Rafli dapat melihat ketiga kepala raksasa itu bergerak-gerak mengerikan ke segala penjuru—dan Rafli kini semakin jelas menyaksikan kengerian yang dihadapinya.

“Kau tidak apa-apa, kan?” kata Lilya menenangkan hati Rafli yang terlihat sangat panik.

“Tapi...tapi aku tak bisa!” sergah Rafli dengan gugup. “Aku tak akan bisa mengalahkan bocah itu!”

JJGGLAMMMM...!!! JJGGLAMMMM...!!!

Langkah-langkah kaki Gonakareka terus mendekati mereka.

“Kau pasti bisa, Rafli!” Havni menguatkan semangatnya. “Kau pasti bisa!”

“Tapi bocah itu terlalu besar!” Rafli seperti telah putus asa. “Bagaimana aku bisa mengalahkan sosok sebesar itu?!”

JJGGLAMMMM...!!! JJGGLAMMMM...!!!

“Yang perlu kau lakukan hanyalah menghancurkan matanya, Rafli,” terang Sibyan. “Sebesar dan sekuat apapun Gonakareka, dia selalu menjadi lumpuh jika matanya telah terluka.”

“Tapi dia memiliki tiga kepala!” sergah Rafli dengan masih gugup. “Bagai-mana aku bisa menghancurkan semua matanya di tiga kepalanya itu?!”

JJGGLAMMMM...!!! JJGGLAMMMM...!!!

“Kau hanya perlu menghancurkan matanya di kepala yang tengah,” terang Ratna. “Itu adalah pokok kepalanya—sumber kekuatannya.”

“GGGGRRRRRHHHH...!!!” Kini raksasa mengerikan itu telah berdiri di hadapan mereka dan dengan beringas kembali menghantamkan tinjunya ke arah Rafli yang masih dikelilingi oleh empat peri.

DBUUMMMM...!!!

Sekali lagi bumi berguncang dan tanah menjadi retak-retak menganga akibat hantaman kepalan raksasa itu. Namun empat peri itu telah dengan sigap menarik Rafli terbang dari tempatnya semula. Raksasa itu berteriak dengan marah sementara tiga kepalanya menjulur kemana-mana dengan mata merah membara.

“GGGGRRRRRHHHH...!!!”

DBUUMMMM...!!!

Sekali lagi keempat peri itu menarik tubuh Rafli dengan cepat dan membawanya terbang untuk semakin menjauh dari raksasa itu. Gonakareka terus merangsek ke arah mereka, dan tanpa mereka sadari, kini keberadaan mereka telah sedemikian dekat dengan kediaman Bunda Fricasvarillya. Rafli sempat melihat ratusan peri yang tengah berkumpul di halaman rumah itu—dengan wajah-wajah yang pucat dan ketakutan...

“GGGGRRRRRHHHH...!!!”

“Kinilah saatnya, Rafli!” kata Ratna dengan suara yang keras, mengatasi suara teriakan kemarahan Gonakareka.

“Tapi apa yang harus kulakukan?” tanya Rafli dengan panik.

“GGGGRRRRRHHHH...!!!” Raksasa itu kembali mendekati mereka dengan kedua tangannya yang besar dan panjang berusaha menjangkau tempat mereka berada.

Bersambung ke: Dunia Tak Terlihat (12)