Selingkuh

Ada pepatah terkenal yang menyatakan, “Rumput tetangga selalu terlihat lebih segar”. Barangkali (sekali lagi, barangkali!) pemikiran semacam itulah yang ada di dalam benak orang-orang yang berselingkuh. Mereka telah memiliki rumput sendiri, telah memiliki pasangan sendiri yang sah dan resmi, namun karena tergiur melihat rumput lain, mereka pun jadi tergoda.

‘Rumput lain’ itu bisa rumput milik orang yang dikenal, rumput milik pembantu, rumput milik sekretaris, ataupun juga rumput-rumput liar. Rumput mana saja yang dipilih, perselingkuhan tetap saja perselingkuhan. ‘Merumput’ di lahan yang tidak resmi, apapun alasannya, tetap saja disebut selingkuh. Dan konon (sekali lagi, konon!) selingkuh itu sedang jadi tren di masa kini.

Memang ada banyak alasan yang diajukan oleh para pelaku selingkuh. Dan (konon lagi) kebosanan menjadi peringkat paling atas dalam alasan mengapa orang berselingkuh. Ini kan tetap tidak jauh-jauh dari ‘rumput’? Bosan pada rumput sendiri, kemudian melihat rumput lain yang ‘kelihatannya’ lebih segar dan lalu memutuskan untuk mencoba rumput yang lain. Akhir-akhirnya ya tetap rumput juga, hanya saja berlainan tempatnya.

Karena alasan ‘kebosanan dan ingin variasi yang baru’ itulah hingga kemudian banyak orang yang mengartikan ‘selingkuh’ sebagai ‘selingan indah, keluarga utuh’.

Tapi apakah benar begitu kenyataannya? Berita di koran, kabar di televisi dan kenyataan yang biasa kita saksikan memperlihatkan bahwa lebih banyak keluarga dan rumah tangga yang hancur karena selingkuh. Lebih banyak suami istri yang berperang di pengadilan karena perselingkuhan. Rasanya, selingkuh lebih tepat kalau diartikan sebagai ‘selingan indah, keluarga runtuh’.