Parti merasakan suaminya memiliki nafsu seks yang sangat besar. Hampir tiap malam suaminya itu selalu saja minta dilayani, bahkan kadang sampai beberapa kali dalam sehari. Pada awal mereka menikah dulu, Parti memang sanggup dan senang melayani gairah suaminya yang besar itu, tapi seiring dengan perjalanan waktu, Parti pun merasa dia makin kewalahan karena sekarang dia juga harus mengurusi anak-anak dan juga memasak serta mengurusi masalah rumah tangga yang lain.
Untuk mengatakan hal itu secara langsung pada suaminya, Parti merasa tak enak karena takut menyinggung perasaan suaminya. Sampai suatu hari Parti ingat kalau tetangga sebelahnya adalah seorang pecandu rokok yang kini telah berhenti dari kecanduannya. Parti pun kemudian berencana menggunakan perumpamaan itu untuk menegur suaminya secara halus.
“Mas,” kata Parti suatu malam, “Pak Barjo tetangga sebelah kita itu sekarang sudah berhenti dari kecanduan merokoknya, lho. Apa Mas bisa berhenti seperti Pak Barjo?”
Suami Parti pun memahami maksud istrinya. Maka sejak itu, Parti dan suaminya memutuskan untuk pisah kamar tidur karena suami Parti mengatakan kalau dia selalu tak kuat menahan nafsu kalau tidur seranjang dengan istrinya.
Malam pertama sejak pisah kamar, suami Parti gelisah bukan main karena tak bisa lagi berhubungan seks dengan istrinya. Begitu pula malam kedua, ketiga, keempat...
Sampai suatu malam, Parti mengetuk pintu kamar suaminya.
Sang suami yang tahu kalau itu istrinya, segera saja menyahut dari kamar, “Ada apa? Kan aku sudah berhenti dari kecanduanku...?”
“Ng... anu, Mas,” kata Parti malu-malu. “Aku cuma mau ngasih tahu, kalau Pak Barjo sekarang sudah merokok lagi.”