Hati yang MemilihDia telah mencoba. Dia telah mencobanya dengan banyak cara yang biasa digunakannya untuk menjerat lelaki di manapun. Febiola tahu dirinya memiliki pesona yang luar biasa sebagai perempuan, dan dia pun tahu bagaimana cara menggunakannya. Tetapi sekarang, menghadapi Indra, Febiola merasa semua keindahan yang dimilikinya telah meleleh. Indra benar-benar tak mampu dijeratnya. Dan Febiola pun tahu perempuan pacar Ferry itu telah menjadi dinding penghalang antara dirinya dengan Indra. Febiola menyadari kehadiran perempuan itulah yang membuat Indra terus menjaga jarak dengan dirinya.

Febiola telah mengetahui hal itu. Ia telah mengetahuinya sejak pertama kali  diberitahu bahwa lelaki yang ia kira Ferry itu bukanlah Ferry. Didorong oleh keinginannya yang besar untuk dapat memiliki lelaki itu, dia pun telah menyelidiki segalanya. Febiola tahu Indra biasa menjemput dan mengantar perempuan itu ke kampus dan ke tempat kerjanya. Febiola telah mengetahui perempuan itu bekerja sebagai karyawan paruh waktu di sebuah dealer ponsel yang cukup besar di daerah selatan Semarang. Febiola juga tahu Indra selalu menjemputnya setiap malam, saat perempuan itu akan pulang dari sana.

Jadi itulah sebabnya mengapa Indra memiliki waktu yang amat terbatas untuk dirinya. Febiola menyadari bahwa perempuan itu telah merenggut sebagian besar waktu milik Indra yang menurut Febiola bisa digunakan untuk menyadari kehadiran serta keindahan Febiola.

Dan kemarin dia mendapati mereka tengah berbelanja di mall. Febiola sama sekali tak menyangka akan terjadi pertemuan seperti itu. Febiola masih merasakan rasa tidak sukanya saat melihat Anisa yang tampak bahagia di samping Indra, tempat yang menurut Febiola seharusnya diisi olehnya.

Mengapa harus ada perempuan itu, batin Febiola kesal sambil membayangkan Anisa. Perempuan itu harus disadarkan, pikirnya lagi dengan suatu bayangan dalam pikirannya.

***

Malam itu pembeli tak seramai biasanya. Para karyawan pun duduk-duduk santai sambil ngobrol-ngobrol. Saat Anisa menengok jam di dinding, jarumnya telah menunjukkan pukul setengah sembilan. Sebentar lagi Indra datang, batin Anisa dengan perasaan senang.

Tetapi kemudian yang datang bukan Indra seperti yang dibayangkannya. Ketika sebuah mobil tampak berhenti tepat di depan dealernya, jantung Anisa berdebar. Ia ingat itu adalah mobil milik perempuan yang menjenguk Indra beberapa waktu yang lalu, perempuan yang beberapa hari kemarin berpapasan dengannya di mall.

Dugaan Anisa memang benar. Febiola tampak turun dari mobil, melangkah menuju dealer, dan tiba-tiba Anisa merasakan perasaannya tidak enak. Apa yang akan dilakukan perempuan ini?

Febiola mendekat ke counter. Seorang karyawan segera beranjak untuk melayaninya. Ketika si karyawan menyapanya dengan ramah dan bertanya apa yang bisa dibantunya, Febiola menatap ke arah Anisa dan menjawab dengan suara yang angkuh, “Aku ingin dilayani dia.”

Anisa pun bangkit dari tempatnya dengan kening berkerut. Dia mendekati Febiola dan bertanya seramah yang ia bisa, “Ada yang bisa kubantu?”

Febiola menginginkan sebuah ponsel seri terbaru—dengan fitur paling lengkap dan teknologi paling canggih, plus dengan bentuk yang paling cantik. Anisa membawanya menuju etalase tempat ponsel-ponsel terbaru dipajang. Febiola mengikuti Anisa dengan langkah-langkahnya yang angkuh.

“Ada yang diminati?” tanya Anisa setelah Febiola cukup lama memperhatikan deretan ponsel di etalase.

“Kenapa kau tidak sabar sekali?” tanggap Febiola dengan dingin.

“Oh, maaf.” Dan dia pun bertekad untuk menutup mulutnya.

Febiola mengulur-ulur waktu. Mengambil sebuah ponsel, meletakkannya kembali, mengambil yang lain, dan meletakkannya lagi. Ia menikmati detik-detik penyiksaannya. Dan Anisa benar-benar tersiksa dengan yang tengah dihadapinya ini. Ia sudah terbiasa menghadapi pembeli yang terlalu cerewet, tapi rasanya lebih mudah sekaligus lebih nyaman menghadapi seorang pembeli yang secerewet apapun, daripada menghadapi monster yang hanya diam dan sangat dingin ini.

Baca lanjutannya: Hati yang Memilih (Bagian 90)