
Keesokan hari setelah Anisa pingsan di kampus setelah mendengar berita itu, Indra datang ke rumah Anisa pagi hari untuk menjemputnya seperti biasa, namun Anisa tak mau menemuinya. Siang harinya, Indra kembali datang ke rumah Anisa untuk mengantarkannya ke tempat kerja, namun Anisa tak menghiraukannya. Gadis itu keluar dari rumahnya, lalu berjalan meninggalkan rumah seolah tak melihat Indra yang menunggunya di ruang tamu, lalu terus berjalan dan tak peduli Indra mengikutinya di belakangnya, kemudian menghentikan angkot dan pergi meninggalkan Indra.
Malam harinya, Indra masih mencoba datang ke dealer tempat kerja Anisa, berharap kali ini Anisa telah memaafkannya, namun sekali lagi Anisa menunjukkan sikap marah sekaligus benci yang sama kepadanya. Saat dealer tutup dan seluruh karyawan keluar untuk pulang, Anisa berjalan sendirian dan sama sekali tak menghiraukan Indra yang telah duduk menunggunya dengan sepeda motor seperti biasa.
“Anisa...” Indra mencoba memanggil.
Namun Anisa hanya diam.
Indra menghampirinya.
Anisa terus melangkahkan kakinya.
Indra mendahului, kemudian berhenti di hadapan Anisa.
Anisa menghentikan langkahnya dan menatap Indra dengan galak, “Ada apa?!”
“Aku...aku datang ke sini untuk menjemputmu,” ucap Indra serba salah.
“Tidak perlu!” jawab Anisa sambil membuang mukanya.
Lalu Anisa meneruskan langkahnya tanpa menghiraukan Indra yang terpaku kebingungan.
***
Indra telah menyampaikan pada orang tuanya bahwa dia sudah menceritakan segalanya kepada Anisa, dan sekarang Anisa telah menyadari bahwa Ferry telah meninggal dunia. Tetapi Indra tak menyangka akibatnya akan sebesar ini. Sekarang Anisa menjauhinya, dan benar-benar tak mau lagi mengenal dirinya. Seolah-olah Anisa menyalahkan Indra atas kematian kekasihnya. Seolah-olah Anisa menganggap Indra sebagai penyebab dari kehilangannya atas diri Ferry. Indra juga telah menceritakan hal itu pada kedua orang tuanya dengan harapan agar setidaknya mereka dapat membantunya.
Ibunya yang pertama kali memberikan respon. “Kalau memang begitu keadaannya, nanti biar Mama sama Papamu yang akan menemuinya. Mungkin, kalau Mama yang bicara, Anisa akan lebih bisa memahami...”
Maka keesokan malamnya, setelah mereka tahu Anisa libur dari kerjanya, kedua orang tua Indra pun bertandang ke rumah Anisa dengan harapan dapat menjumpai gadis itu.
Tetapi Anisa tak mau menemui. Ia hanya mengurung diri di dalam kamar, dan sama sekali tak mau peduli apapun yang akan mereka katakan. Ia telah kehilangan kekasihnya. Ia telah kehilangan Ferry. Dan itu sudah cukup untuk membuatnya hidup dalam kematian. Anisa tak ingin menambah segalanya menjadi lebih buruk lagi. Ia tak ingin mendengar apapun.
Orang tua Anisa menerima kedua orang tua Indra dengan baik seperti biasa. Mereka telah saling mengenal, dan hubungan itu pun berjalan baik sebagaimana hubungan yang juga dijalin oleh anak-anak mereka.
Karena tak juga mendapati Anisa muncul, Silvia kemudian mengambil keputusan untuk menjelaskan masalahnya kepada orang tua Anisa. Selama tiga bulan semenjak ditinggal mati oleh Ferry, dia telah mampu meredakan kesedihannya hingga batas terendah. Sekarang pikirannya telah jernih kembali dan dapat menghadapi masalah ini dengan lebih tenang. Maka Silvia pun menceritakan segalanya. Ia tidak tahu apakah orang tua Anisa telah mengetahui kenyataan ini ataukah belum, namun sebagai orang tua Ferry ia merasa berkewajiban untuk menjelaskan hal ini secara langsung kepada mereka.
Baca lanjutannya: Hati yang Memilih (Bagian 67)