hati, heartPada awalnya muncul bisik-bisik yang tak enak di kalangan beberapa dosen yang merasa iri melihat dosen lain yang ‘kecipratan’ rejeki nomplok dari proyek pembangunan gedung-gedung baru tersebut. Bisik-bisik itu kemudian sampai ke telinga para reporter NURANI, dan mereka menindaklanjutinya. Investigasi anak-anak pers yang idealis itu kemudian menemukan sejumlah bukti ketidakberesan yang cukup mencengangkan menyangkut pembangunan gedung-gedung baru itu.

Proyek pembangunan itu ditenderkan secara tertutup, dan kontraktor yang memenangkan tender senilai milyaran rupiah itu ternyata perusahaan kontraktor yang dimiliki Pak Hamid, salah satu pejabat di kampus mereka. Ketika anak-anak pers itu mencoba menghubungi pejabat tersebut, dia sulit ditemui. Lalu saat dihubungi melalui telepon, dia malah menjawab dengan pongah, “Itu bukan urusan kalian!”

Lalu anak-anak pers yang tak kenal takut itu pun menelusuri jalan lain—menemui beberapa kontraktor lain yang juga ikut dalam tender itu. Jawaban dari mereka lebih mengejutkan, “Kami telah mengajukan tawaran harga yang lebih rendah dengan kualitas bangunan yang sama, tapi kami malah tersingkir!”

Kontraktor-kontraktor berikutnya yang dihubungi juga memberikan jawaban yang tak jauh berbeda.

Anak-anak pers itu kemudian tahu bahwa tentunya kemenangan yang diperoleh kontraktor milik pejabat kampus itu bukan kemenangan murni. Pasti ada ketidakberesan—sejumlah suap dan setumpuk uang sogokan yang mengalir kemana-mana. Dan uang yang tengah dipertaruhkan sebagai harga proyek itu bernilai milyaran rupiah.

Maka tim liputan pun diturunkan, dan anak-anak itu menelusup kesana-kemari, mengendus setiap fakta dan informasi yang bisa diangkat untuk mengukuhkan dugaan mereka, melengkapi berita yang akan mereka turunkan. Selama dua bulan bekerja keras mengumpulkan data dan fakta serta sederet angka-angka, anak-anak itu pun telah mengumpulkan setumpuk berkas yang amat berbahaya. Ferry dan Wawan yang sampai begadang beberapa hari sebelum tanggal deadline, merasa gairahnya berkobar-kobar saat mempelajari kumpulan berkas itu. Ini benar-benar berita besar!

Maka laporan berita pun disusun, kutipan-kutipan dari narasumber diselipkan, dan beberapa bukti dipaparkan. Laporan sejumlah sebelas halaman di majalah kampus mereka itu menjadi headline, dan ketika diterbitkan pada akhir semester majalah edisi itu segera menjadi bom yang teramat keras mengguncang seisi kampus. Para mahasiswa tercengang, para dosen kebakaran jenggot, dan beberapa pejabat yang merasa terlibat langsung raib dari kampus. Buntutnya, Ferry dan kawan-kawannya dipanggil Purek III untuk apa yang disebutnya sebagai ‘klarifikasi’.

Ferry dan yang lain memahami bahwa Purek III hanya bumper yang diperintahkan untuk menghadapi dan menghalau mereka. Pasti telah ada rapat-rapat tertentu yang kemudian mengambil keputusan untuk menekan Purek III dan memerintahkannya untuk menekan anak-anak yang ‘terlalu nakal’ itu.

Tetapi apapun yang terjadi, Ferry dan kawan-kawannya telah siap menghadapi. Mereka hanya mengungkapkan fakta. Keberadaan pers serta majalah di kampus mereka pun berfungsi untuk hal-hal semacam itu. Jika majalah ini dicoba untuk dibungkam, maka mereka pun telah bertekad untuk melawan.

Baca lanjutannya: Hati yang Memilih (Bagian 16)