hati, heartPak Mirwan adalah pejabat Purek III, dan orang ini merupakan sosok yang paling dibenci sekaligus dibutuhkan para mahasiswa. Dibenci, karena Pak Mirwan selalu punya sejuta alasan untuk menolak permintaan mahasiswa apabila menyangkut dana. Jika mahasiswa memiliki suatu agenda acara atau kegiatan yang membutuhkan tunjangan dana dari universitas, Pak Mirwan akan mengajukan sederet alasan mengapa dana yang diminta tak bisa keluar, atau sejumlah alasan yang terkesan akademis mengapa acara itu sebaiknya dibatalkan saja.

Tetapi sosok itu juga amat dibutuhkan para mahasiswa karena seluruh lini kegiatan dan urusan menyangkut kemahasiswaan harus melalui orang ini. Kepada orang ini pulalah Anisa akan menemui, untuk mengajukan permohonan hutangnya yang kedua.

“Yuk, Nis, aku jalan dulu. Semoga kau juga berhasil,” pamit Lilik meninggalkan Anisa.

Anisa pun melambaikan tangannya dan meneruskan menaiki anak tangga hingga sampai ke lantai dua.

***

Di lorong depan kelas, Ferry mondar-mandir dengan gelisah. Rizal yang melihatnya segara menghampiri.

“Mencari siapa, Fer?” tanya Rizal. “Sepertinya gelisah sekali?”

“Anisa,” jawab Ferry. “Kau melihatnya?”

Rizal mengangkat bahu.

Ferry menjelaskan, “Tadi kami sudah janjian ke bank bersama untuk bayar SPP. Tapi sekarang dia malah menghilang.”

“Kenapa tidak dihubungi saja ponselnya?” tanya Rizal.

“Sudah. Tapi tidak aktif.”

Rizal mengerutkan keningnya. “Jangan-jangan dia pingsan lagi, Fer.”

“Itulah, aku juga khawatir begitu.”

Ferry kemudian berlalu meninggalkan Rizal dan terus mencari Anisa. Dari arah depannya, tampak Wawan berlari-lari kecil menuju ke arahnya.

“Fer, dugaan kita benar. Kita kena masalah!” kata Wawan dengan terengah-engah. “Rektorat tidak terima dengan laporan majalah kita.”

Ferry menghela napas. Ia sudah menduga hal itu.

Wawan melanjutkan, “Barusan asistennya menghubungiku dan meminta agar kau, aku, dan juga Sofyan serta Neni menemuinya. Katanya dia perlu klarifikasi.”

“Istilahnya selalu klarifikasi, kan? Tapi kenyataannya selalu intimidasi,” ujar Ferry dengan muka masam.

“Nah, apa yang harus kita lakukan sekarang? Katanya kita sudah ditunggu di kantor Purek Tiga.”

Ferry memutuskan, “Sebaiknya kita kumpul dulu di kantor UKM untuk brifing dengan teman-teman.”

“Baiklah.” Wawan mengangguk. “Aku akan menemui yang lain. Dan kau?”

Ferry jadi serba salah. “Sebenarnya aku sedang mencari pacarku. Kami mau bayar SPP ke bank, tapi sekarang dia malah menghilang.”

“Ya sudahlah kalau begitu.” Wawan menepuk pundak Ferry. “Secepatnya nanti kau menyusul ke kantor UKM, ya.”

Ferry mengangguk, kemudian Wawan pun berlalu.

Di kampusnya, Wawan dan juga Ferry aktif dalam UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) dan bergabung dengan penerbitan majalah kampus mereka, NURANI. Di penerbitan majalah inilah, Ferry menemukan dunianya—suatu dunia yang amat disukainya—dan kecintaannya pada tulis-menulis seperti memperoleh tempat yang layak.

Pada awal masuk ke NURANI ketika semester satu, Ferry hanya menjadi reporter yang meliput seluruh kegiatan kemahasiswaan yang kemudian ditulisnya untuk majalah itu. Seiring dengan bergantinya semester, jabatan Ferry pun terus naik, dan sekarang dia menjadi Pimpinan Umum, sementara Wawan menduduki jabatan Pimpinan Redaksi. Sofyan dan Neni yang tadi juga disebut-sebut Wawan adalah dua mahasiswa lain dalam UKM itu yang ikut bergabung menulis berita yang sekarang jadi masalah itu.

Dalam edisi terbarunya semester ini, majalah NURANI menurunkan berita utama menyangkut dugaan adanya praktik suap dan korupsi berkaitan dengan pembangunan gedung-gedung baru di komplek kampus. Sebagai Perguruan Tinggi Negeri, kampus mereka memperoleh dana bantuan yang sangat besar dari pemerintah untuk membangun gedung-gedung baru di tanah milik yang cukup luas untuk memperlancar kegiatan belajar dan mengajar. Dan pembangunan itu pun telah dimulai sekitar tiga bulan yang lalu.

Baca lanjutannya: Hati yang Memilih (Bagian 15)