“Baringkan dalam kamar Mama,” kata Silvia pada dua putranya.
Tanpa berucap apa-apa, Indra dan Ferry membawa tubuh Anisa yang pingsan ke dalam kamar, sementara Silvia berjalan di belakang mereka.
Selesai membaringkan Anisa di tempat tidur, Ferry segera membentak Indra, “Keluar! Biar aku yang mengurusnya!”
Indra menatap Ferry dengan galak. “Kau tidak bisa melakukan itu, Fer!”
“Aku pacarnya, Ndra! Aku yang akan mengurusnya!”
“Tapi aku tunangannya! Aku juga mengkhawatirkan keadaannya!”
Sebelum perang itu kembali meletus, ibu mereka segera menengahi. “Kalian berdua keluar semua,” katanya dengan tegas. “Mama yang akan mengurusnya.”
Kedua saudara kembar itu pun keluar dengan patuh. Ferry terlihat sangat masam dan jengkel, sementara Indra menunjukkan wajah yang sangat keruh. Silvia menutup pintu kamar, lalu mendekati Anisa yang terbaring lemas di atas tempat tidurnya.
***
Sebagaimana orang-orang lainnya, Febiola juga telah menyaksikan berita yang mengejutkan itu. Dari kemarin dia asyik duduk di depan televisi di kamarnya, dan tahu kalau saudara kembar Indra ternyata masih hidup. Dia telah menyaksikan semua berita yang ada.
Jadi Ferry masih hidup, pikirnya sambil tersenyum dan membayangkan informasi yang ia berikan pada Johan pasti sudah basi. Febiola tidak tahu apakah Johan jadi menerbitkan berita itu di tabloidnya atau tidak, dan itu sama sekali bukan urusannya. Sekarang Febiola memiliki urusan lain yang lebih menggairahkan.
Kalau memang Ferry masih hidup, pikirnya, itu berarti kemungkinan-kemungkinan baru mulai terbuka. Febiola tahu, bahkan yakin, Ferry pasti akan menentang hubungan Indra dengan Anisa. Jika Indra tak mau memutuskan, maka Anisa pun harus memilih satu dari keduanya. Dia harus menentukan. Ferry atau Indra. Dan hubungan yang dijalin Anisa dengan Ferry lebih lama serta lebih natural dibanding hubungan yang dijalinnya dengan Indra.
Jika Febiola menempatkan dirinya pada posisi Anisa sebagai sesama perempuan, Febiola membayangkan akan memilih Ferry, karena Ferrylah kekasihnya yang sejati, cintanya yang pertama. Indra hanya muncul kemudian. Indra hanyalah bagian dari suatu episode cinta yang mengalami kecelakaan tak terduga—sebuah cinta yang kedua. Jika Anisa kelak akan memilih Ferry, maka Indra mau tak mau harus melepaskannya, tak peduli mereka telah bertunangan. Dan jika Indra benar-benar melepaskan Anisa, Febiola tahu jalan menuju ke hati lelaki itu mulai terbuka untuknya.
***
Anisa tersadar dari pingsannya dan mendapati Silvia tengah duduk di dekatnya dengan pandangan prihatin. Anisa merasakan kepalanya sangat berat. Dia memegangi bagian kepalanya yang sakit, dan Silvia melihatnya.
“Kepalamu sakit?” tanya Silvia.
“Rasanya berat sekali,” jawab Anisa dengan ekspresi menahan rasa sakit.
“Kau tadi sudah sarapan?”
“Sudah.” Anisa menjawab lemah.
“Kau mau minum?”
Anisa mencoba mengangkat tubuhnya agar bisa duduk di atas tempat tidur, namun ia merasakan tubuhnya sangat lemah. Anisa pun kembali terbaring sambil memegangi kepalanya.
Silvia tahu di rumahnya belum tersedia makanan, dan dapur masih kosong. Namun melihat keadaan Anisa yang sangat lemah, dia pun tahu gadis itu harus segera makan untuk memulihkan tenaganya. Silvia membuka pintu kamarnya, dan berkata pada dua putranya yang masih duduk dengan posisi saling berjauhan. “Carikan makanan untuk Anisa. Dia lemah sekali,” katanya.
Baca lanjutannya: Hati yang Memilih (Bagian 104)