
Namun baru saja Ferry merasa lega sepeninggal Febiola, muncul dua orang perempuan yang tampak buru-buru masuk ke lobi rumah sakit. Begitu sampai di dekat Ferry, dua perempuan berusia belasan tahun itu segera menghentikan langkahnya.
“Rin, kau pasti tidak percaya,” kata seorang dari mereka pada kawannya. “Ini Indra!”
Perempuan di sebelahnya segera memandang Ferry dengan mata berbinar, dan bereaksi lebih mengejutkan. Ia berteriak pada sekelompok perempuan lain yang baru memasuki lobi rumah sakit itu, “Hei teman-teman, ada Indra di sini! Indra...!”
Ferry memaki kesal dalam hati. Kemiripan ini benar-benar kutukan!
Ferry Gunawan dan Indra Gunawan adalah saudara kembar identik yang dilahirkan dengan rupa dan wujud fisik yang benar-benar mirip. Menurut Silvia, ibu mereka, Indra lahir beberapa menit lebih dulu sebelum Ferry. Semenjak kecil, Ferry dan Indra memperoleh perlakuan yang sama, baju-baju yang sama, mainan yang sama, makanan yang sama, dan mereka pun masuk TK yang sama.
Guru mereka di TK, para tetangga, bahkan sanak famili, sering kesulitan membedakan keduanya karena kemiripan mereka yang luar biasa. Namun si kembar tak pernah menyadarinya.
Memasuki SD, Indra dan Ferry juga masuk ke sekolah yang sama. Lagi-lagi para guru dan kawan-kawan mereka kesulitan membedakan keduanya. Seiring bertambahnya usia, Indra dan Ferry tahu mereka memiliki kemiripan fisik yang luar biasa. Dari situlah kemudian dua saudara kembar itu mulai mengenal suatu permainan yang menurut mereka sangat mengasyikkan; mereka suka bertukar tempat. Pada awalnya hanya permainan yang ringan, semisal ketika diabsen Ferry akan mengacungkan jarinya ketika nama Indra dipanggil, dan Indra akan mengacungkan jarinya waktu nama Ferry disebutkan. Dan guru mereka tidak pernah mengetahuinya.
Tetapi lama-lama permainan mereka pun meningkat, tidak hanya bertukar tempat saat diabsen dalam kelas. Ketika memasuki SMP, mereka bahkan nekat bertukar tempat waktu menghadapi ujian untuk pelajaran-pelajaran yang tidak mereka kuasai.
Di SMP, mereka terpisah dalam kelas yang berbeda. Indra di kelas A, sementara Ferry di kelas B. Di sinilah mulai muncul perbedaan, khususnya dalam menguasai mata pelajaran di sekolah. Indra jago matematika, sementara Ferry kesulitan jika berhadapan dengan pelajaran itu. Ferry sangat disayangi guru bahasanya karena hebat dalam mengarang, sementara Indra sangat kesulitan menghadapi pelajaran bahasa Indonesia yang menurutnya ‘terlalu banyak kata-kata’.
Di situ pulalah mereka kemudian sering bertukar tempat. Ketika menghadapi ujian matematika, Ferry akan bolos dengan melampirkan surat ijin sakit, sekaligus permohonan untuk mengikuti ujian susulan. Ketika jadwal ujian susulan diberikan, Indralah yang mengikuti ujian susulan itu, dan menyelesaikan semua soal ujian dengan mudah dan benar. Ferry pun memperoleh nilai bagus untuk pelajaran yang sama sekali tidak dikuasainya, bahkan yang tidak ia ikuti ujiannya.
Ketika ujian bahasa Indonesia, giliran Indra yang bolos dan mengirimkan surat ijin yang sama. Saat harus menghadapi ujian susulan, Ferry akan menempati tempat Indra dan menyelesaikan semua soal ujian yang amat dikuasainya. Hebatnya, permainan berisiko tinggi itu tak pernah disadari para gurunya, dan Ferry maupun Indra selalu tersenyum ketika mendapatkan nilai ujian mereka.
Ketika di SMA, mereka juga bersekolah di SMA yang sama. Sekali lagi kemiripan fisik mereka membuat orang-orang terkecoh, dan sulit membedakan keduanya. Rizal, kawan dekat Ferry di SMA, sering berseloroh, “Seharusnya di jidat kalian perlu distempel nama masing-masing, agar orang-orang bisa tahu mana yang Ferry dan mana yang Indra!”
Ferry dan Indra hanya tertawa mendengarnya.
Baca lanjutannya: Hati yang Memilih (Bagian 5)