Misteri Villa Berdarah

Melihat keadaan Renata di dekatnya, Nirina ingin menangis namun air matanya tak mampu keluar. Kepalanya seperti melayang-layang, dan saat ia turun dari springbed, pijakan kakinya seperti tak menapak lantai.

Nirina tak sanggup berteriak, tak mampu mengeluarkan suara selain gumaman lirih orang yang mengalami shock berat. Yang dia lakukan kemudian hanyalah berdiri di dekat springbed itu dengan kaki yang gemetaran dan segera melangkah keluar dari dalam kamar. Dilihatnya sebuah lilin yang masih menyalakan api di atas meja, dan segera diraihnya lilin yang tinggal separuh itu.

“Jam berapa sekarang?” batinnya saat melangkah keluar kamar. Dia menuju ke ruang tengah dan dilihatnya jam di dinding telah menunjukkan pukul tiga pagi. Dimana kawan-kawannya...? Dimana Ricky? Jefry? Cheryl...? Heru...?

Nirina seperti orang linglung. Otaknya seperti tak ada lagi di tempatnya. Ia tak mampu berpikir apa-apa lagi. Ia hanya mengikuti langkah kakinya ketika kedua kaki itu melangkah terseret menuju ruang depan. Nyala lilin di tangannya nampak menerangi lantai dan Nirina segera menyaksikan genangan darah di lantai itu. Seperti bekas genangan darah yang diseret dari arah depan...? Atau dari arah belakang...?

Langkah-langkah kaki Nirina seperti bergerak tanpa kendali. Dia hanya mengikuti arah genangan darah di lantai itu dan langkah kakinya terus menuju ke ruang depan. Ketika ia sampai di sana, seketika tubuh Nirina membeku saat menyaksikan sesosok mengerikan berlumuran darah tengah duduk di atas sofa, memandangnya, dengan kapak yang tajam berkilat di tangannya...

“K-kau...?!!!” pekiknya dengan ketakutan.

Seketika Nirina berbalik dengan panik. Pikirannya seperti disadarkan secara tiba-tiba bahwa dia sekarang tengah berhadapan dengan maut. Maut yang mengerikan, maut yang telah menewaskan Ricky, juga Renata... Nirina menyeret langkahnya menjauh dari ruang depan itu, dan sosok mengerikan yang dilihatnya tadi kini bergerak dari tempatnya semula dan melangkah ringan di belakang Nirina.

Nirina mencoba menengok ke belakangnya dan ia melihat sosok mengerikan itu telah berada di belakangnya, melangkah lembut dengan kapak mengerikan itu masih ada di tangannya. Nirina mencoba berlari, namun langkah kakinya seperti tak mau dibawanya bergerak. Ia hanya melangkah terseret-seret sambil membawa lilin di tangannya, menuju sejauh mungkin dari sosok mengerikan di belakangnya...

Saat melewati salah satu kamar yang ada di dekatnya, Nirina segera memasuki kamar itu dengan harapan dapat berlindung dan bersembunyi di sana. Namun begitu ia masuk dan menutup pintunya dari dalam, Nirina seketika lunglai ketika mendapati pintu itu tak memiliki anak kunci. Tak ada gunanya bersembunyi di sini, pikirnya. Maka dengan panik dan gugup Nirina kembali keluar dari dalam kamar itu dengan niat secepat mungkin melangkah menuju ke ruang belakang.

Tetapi baru saja Nirina keluar dari dalam kamar dan melangkah kembali, sesuatu menjegal kakinya dengan amat keras hingga membuat tubuh Nirina terbanting dengan keras ke lantai. Nirina mengaduh kesakitan sambil berusaha memegangi lilin di tangannya agar dia tak terjebak dalam kegelapan. Saat Nirina terkapar di atas lantai, matanya seketika menatap ke atas dan terbelalak ngeri melihat tubuh Cheryl yang tergantung-gantung di langit-langit villa.

Nirina segera bangkit dari jatuhnya dan menahan nyeri punggungnya yang seperti telah remuk. Pikirannya seperti tak mampu lagi digunakannya, dan yang kini masih ada dalam benaknya hanyalah lari, menyelamatkan dirinya... Dengan tertatih-tatih Nirina kembali melangkah menuju ke ruang belakang dengan harapan dapat berlindung, dapat bersembunyi, dapat menyelamatkan diri...

Sosok mengerikan berlumuran darah itu masih mengikuti di belakangnya...

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (61)