Misteri Villa Berdarah

Saat ia sampai di depan kamar mandi, Heru masih mendapati mayat Ricky yang mengenaskan, namun Edi tidak ditemukannya. Pintu kamar mandi terlihat tertutup rapat.

Namun di depan kamar mandi terlihat warna merah yang sepertinya bekas darah. Warna merah bekas darah itu sepertinya diseret dari depan kamar mandi. Bekas-bekas seretan itu semakin nampak di mata Heru ketika ia mendekatkan nyala lilinnya ke lantai…

***

Sementara itu, di ruang depan, Cheryl terlihat duduk gelisah sambil memandangi Renata yang terlihat makin lemas dalam pelukan Jefry.

“Jef, kamu tidak apa-apa kalau aku tinggal?” tanya Cheryl tiba-tiba.

“Kamu mau kemana?” Jefry bertanya panik.

“Aku...aku butuh buang air kecil,” jawab Cheryl dengan bingung.

“Oh, sialan! Kenapa tidak menunggu Heru sama Edi dulu?”

“Mereka lama sekali. Mungkin mereka sedang di belakang saat ini. Makanya, mumpung mereka masih ada di sana, aku...”

“Cher, kamu tidak ingat kalau di belakang ada mayat Ricky?” ujar Jefry dengan suara bergetar. Sejujurnya ia merasa takut kalau hanya sendirian bersama Renata, namun dia merasa malu kalau harus mengakui ketakutannya di depan Cheryl. Bagaimanapun juga, ia berharap Cheryl tak meninggalkannya.

“Aku sudah tak tahan, Jef,” kata Cheryl sambil memegangi perutnya. “Aku sudah menahannya sejak tadi...”

“Oh, sialan!” rutuk Jefry dengan jengkel. “Pergilah! Tapi jangan lama-lama. Dan katakan ke Heru atau Edi agar mereka cepat kemari!”

“Oke!” jawab Cheryl langsung sambil menyambar salah satu lilin di atas meja.

“Tidak usah bawa lilin, Cher!” kata Jefry langsung. Dia merasa akan tambah takut kalau penerangan di situ semakin berkurang. “Di sini tinggal dua lilin, kalau kamu bawa satu, di sini tambah gelap.”

“Tapi...”

“Kan di sana masih ada Heru, dia juga bawa lilin. Kamu bisa nebeng sama dia.”

Karena sudah tak tahan lagi ingin buang air kecil, Cheryl pun tak meributkan lagi soal lilin itu. Meskipun dia ketakutan dengan kegelapan, namun hasrat ingin buang air kecil memaksanya untuk berani.

Maka Cheryl pun beranjak meninggalkan ruang depan itu, dan dengan menggunakan nalurinya, ia berjalan perlahan-lahan menyusuri ruang tengah yang nampak remang-remang. Dirabanya kursi-kursi yang ada di situ dan diingat-ingatnya arah menuju ke belakang.

Cheryl ingat jarak kamar mandi dengan ruang tengah tak terlalu jauh, dan kalau di sana ada Heru, tentunya keadaan tak akan segelap ini lagi, harap Cheryl sambil terus melangkah. Dalam hati sebenarnya ia mengutuk Jefry yang tak memperbolehkannya membawa lilin. Cheryl tahu kalau Jefry begitu ketakutan namun cowok itu tak mau mengakuinya.

Cheryl terus melangkah perlahan-lahan dan matanya makin terbiasa dengan keadaan gelap itu. Sebentar lagi sampai, pikirnya. Tapi kemana Heru dan Edi? Kenapa tak terlihat nyala lilin sedikit pun?

Cheryl berhenti sesaat untuk menentukan langkah kakinya selanjutnya, namun sesuatu nampak turun dari atas tempatnya berdiri. Sesuatu yang menjulur perlahan-lahan mendekati kepalanya, namun Cheryl sama sekali tak menyadarinya.

Dan begitu Cheryl akan melangkah kembali, langkah kakinya tertahan ketika ia merasakan ada sesuatu yang melilit di lehernya. Cheryl mencoba meraba lehernya, namun sebelum jarinya sempat menyentuh sesuatu yang menempel di lehernya, tenggorokannya terasa amat tercekik. Mata Cheryl membeliak panik saat tubuhnya tiba-tiba terasa melayang. Cheryl tak sempat mengeluarkan suara selain hanya erangan lirih yang tak terdengar...

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (54)