Misteri Villa Berdarah

Ini bukanlah pertama kalinya Ricky dan Edi mendengar ketakutan Aryo setelah bermimpi bertemu dengan ayahnya. Setiap kali Aryo bermimpi buruk tentang hal itu, dia pasti akan menceritakannya pada kawan-kawannya, dan baik Ricky maupun Edi sudah memahami betul bagaimana ketakutan Aryo atas mimpi itu.

Mereka telah tahu ancaman ayah Aryo agar Aryo tutup mulut atas pembunuhan terhadap diri ibunya, dan mereka pun ikut menjaga rahasia itu demi keselamatan Aryo. Namun mereka sendiri juga tak pernah dapat memastikan di manakah sebenarnya ayah Aryo sekarang ini, masih hidupkah atau sudah mati...?

Setelah membantu menenangkan perasaan Aryo beberapa saat, Ricky kemudian berujar, “Mau berangkat sekarang? Atau beberapa saat lagi?”

“Berapa jam kira-kira perjalanan kesana, Rick?” tanya Edi.

“Sekitar tujuh sampai delapan jam,” jawab Ricky pasti. Dia sudah tiga kali mengunjungi villanya itu dan dia tahu pasti berapa jauhnya tempat itu.

Aryo melihat jam dinding dan melihat jarum jam telah menunjukkan pukul enam pagi. Ia pun memutuskan, “Sssekarang sssaja!”

Maka mereka pun berangkat dengan menggunakan mobil Blazer milik Ricky.

***

Nirina merasa dongkol pagi itu ketika ia harus berangkat kuliah sendirian karena Ricky, pacarnya, tak bisa menjemputnya seperti biasa. Nirina tahu kalau hari ini Ricky akan berangkat ke Jawa Tengah untuk mengantar Aryo yang akan membersihkan villa itu.

Sebenarnya, jauh-jauh hari Nirina sudah merasa sebal dengan sosok Aryo yang menurutnya hanya menjadi benalu bagi persahabatan mereka. Di mata Nirina, Aryo tak lebih dari sosok yang salah gaul. Nirina berpikir bahwa Aryo sama sekali tak pantas berada di tengah-tengah kawan-kawan gaulnya yang lain. Tapi entah bagaimana caranya bocah gagap itu bisa ada di tengah-tengah mereka sampai sekarang.

Terkadang Nirina secara terang-terangan menunjukkan rasa tidak sukanya terhadap Aryo di hadapan Ricky, pacarnya, dengan harapan Ricky tahu kalau dia tidak menyukai kalau mereka bergaul dan dekat dengan Aryo. Dan Ricky pun memahami hal itu. Ia tahu kalau Nirina tidak menyukai Aryo. Tetapi Ricky menyatakan, “Dia sangat bermanfaat bagi kami, Nir. Kalau kami butuh tenaga untuk membantu-bantu apapun, Aryo selalu siap.”

“Tapi kalian harus ngasih upah sama dia, kan?” bantah Nirina dengan sebal.

“Ya upah sekedarnyalah,” jawab Ricky. “Kita tahu sendiri kan, bagaimana keadaannya?”

“Seharusnya dia tidak pasang tarif kalau memang merasa sahabat!” Nirina masih menunjukkan ekspresi tidak senangnya.

“Dia tidak pasang tarif,” sahut Ricky. “Tapi kita kan tahu sendiri bagaimana hidup Aryo. Uang yang diberikan untuknya atas bantuannya itu kami anggap sebagai sekedar bantuan kami kepadanya. Lagi pula tidak banyak, kok. Dan kenapa sih kamu harus meributkan soal itu?”

“Aku tidak suka dengan tampangnya!” ucap Nirina asal-asalan.

Tapi Ricky hanya tersenyum. “Kamu ada-ada saja.”

Rasa sebal Nirina terhadap Aryo yang pada mulanya kecil itu kemudian menjadi rasa sebal yang mendekati benci ketika ia mendengar dari Renata, pacar Jefry, kalau Aryo pernah menyatakan cinta kepada Renata.

“Kamu serius, Ren?” tanya Nirina waktu itu nyaris tak percaya saat Renata pertama kali menceritakannya. Nirina dan Renata kawan satu kelas, dan waktu itu Renata belum menjalin hubungan dengan Jefry.

“Suer, Nir,” sahut Renata. “Aku juga tidak menyangka...”

Lalu Renata menceritakan segalanya. Pada awalnya, Renata hanya tahu kalau Aryo suka memandanginya. Dan kalau Renata memergokinya, Aryo nampak senyum-senyum salah-tingkah seperti bocah SMP yang sedang kasmaran. Lalu suatu hari, tanpa disangka-sangkanya, Aryo tiba-tiba menyatakan cinta kepada Renata.

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (21)