Misteri Villa Berdarah

Villa milik ayah Ricky yang berada di Jawa Tengah itu pada mulanya dimiliki oleh seorang pengusaha handycraft di Semarang yang membangun villa itu sebagai tempat berlibur keluarganya. Ayah Ricky yang seorang pengusaha ekspor-impor berhubungan bisnis dengan pengusaha dari Semarang itu, dan hubungan itu terjalin sudah cukup lama sampai kemudian terjadi masalah yang gawat menyangkut hubungan bisnis mereka.

Si pengusaha dari Semarang terlilit hutang dalam jumlah cukup besar akibat spekulasi bisnis yang terlalu berani, dan hutang-hutang yang menumpuk itu juga terjadi pada hubungan bisnisnya dengan ayah Ricky. Si pengusaha dari Semarang itu dituntut oleh banyak orang yang berhubungan bisnis dengannya, dan saat kasus itu sampai di pengadilan, perusahaan milik orang itu pun dinyatakan pailit. Aset perusahaan dan semua kekayaannya disita untuk membayar hutang-hutangnya, dan si pengusaha yang kaya-raya itu pun dalam waktu singkat jatuh miskin.

Mungkin karena beratnya menanggung beban dan stres yang berat, si pengusaha itu pun lalu mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri di villanya. Dia menembak kepalanya sendiri dengan sebuah revolver yang entah ia dapat dari mana, dan mayatnya baru ditemukan saat juru sita dari pengadilan mendatangi villa itu.

Sialnya, villa itulah yang diputuskan untuk dijadikan sebagai pembayaran hutang-hutang si pengusaha terhadap ayah Ricky, yang menerimanya dengan sangat segan. Ayah Ricky tidak membutuhkan villa itu, lagi pula kisah bunuh diri dalam villa itu telah membuat seleranya langsung hilang. Tetapi jika villa itu tidak diterima, maka sekian ratus juta uangnya hanya akan lenyap. Maka villa itu pun diterima dengan berat hati. Hitung-hitung sebagai investasi, pikirnya waktu itu.

Beberapa waktu kemudian setelah semua surat kepemilikan villa itu telah sah berada di tangannya, ayah Ricky telah mencoba menjual villa itu melalui iklan di koran, bahkan juga telah menghubungi pialang properti untuk menjualnya. Tapi sampai hari ini villa itu tak pernah laku terjual. Mungkin berita bunuh diri yang terjadi di villa itu sudah cukup terkenal hingga membuat orang-orang menjadi segan untuk memilikinya.

Dan sekarang Ricky, putranya, tiba-tiba menginginkan menikmati malam tahun baru di sana bersama kawan-kawannya. Tak apa-apa, pikirnya. Mungkin villa itu memang sudah harus mulai dinikmati keindahannya.

***

27 Desember,
enam hari sebelum ditemukannya mayat-mayat itu...

Ricky turun dari mobilnya bersama Nirina, bertepatan dengan masuknya mobil milik Heru di halaman parkir kampus mereka. Ricky dan Nirina menunggu sejenak kawannya itu selesai memarkir mobil, dan tak lama kemudian Heru pun nampak keluar dari mobilnya.

“Hai Rick, Nir,” sapa Heru sambil tersenyum cerah, dengan asap rokok mengepul dari mulutnya.

“Pagi begini sudah ngebul,” seloroh Nirina melihat asap rokok itu.

“Apa sih yang lebih nikmat dari merokok setelah breakfast?” sahut Heru sambil tersenyum. Ia lalu berpaling pada Ricky. “Rick, acara kita jadi, kan?”

“Don’t worry!” jawab Ricky dengan senang. “Baru kemarin aku ketemu papaku dan aku sudah dapat ijin. Hanya saja mungkin villa itu agak kotor karena lama tidak dipakai.”

Mereka lalu melangkah menuju ke dalam kampus.

“Kalau begitu kita harus bersih-bersih dulu, dong?” tanya Heru.

“Tidak perlu,” jawab Ricky. “Aryo bisa mengerjakannya, dan dia pasti senang melakukannya.”

“Oh ya, kita punya dia!” sahut Heru dengan senang.

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (10)