Misteri Villa Berdarah

Pandangan mata Arman tertuju pada sesuatu yang nampak aneh, tak jauh dari tempatnya berdiri. Di dekat pintu menuju ke dapur atau entah menuju kemana, nampak sepasang kaki yang menjulur. Dia menepuk bahu Jimmy di sebelahnya dan Jimmy pun segera melihat sepasang kaki itu. Dengan takut-takut mereka kemudian melangkah mendekati pintu itu, dan seketika mereka terbelalak ngeri.

Di balik pintu itu nampak tergeletak seorang cewek yang telah tewas dengan leher yang menganga mengerikan, seperti dicacah dengan kejam. Sementara tak jauh dari mayat cewek itu nampak mayat-mayat lain, yang sepertinya juga dibunuh dengan sangat kejam. Bagian leher mayat-mayat itu terbuka semua dengan luka menganga yang mengerikan, dan bekas darah yang kini mulai mengering terlihat dimana-mana.

Arman dan Jimmy merasa membeku di tempatnya, sementara Bimo terperangah dan Pepen segera memalingkan muka.

Belum habis keterkejutan mereka, Bimo menepuk pundak Arman dan berbisik, “Lihat di atasmu...”

Arman menoleh ke atas dan seketika jantungnya melorot dari tempatnya. Nampak sesosok mayat lain tergantung-gantung dengan seutas tambang yang mengikat erat di lehernya. Arman langsung membuang muka, ia tak ingin hidupnya dihantui pemandangan yang mengerikan itu.

Bimo yang paling dulu menyadari keadaan, dan segera saja menarik Jimmy dan Arman di depannya. “Segera tinggalkan tempat ini,” bisiknya dengan panik.

Saat mereka berbalik untuk meninggalkan tempat itu, mereka baru menyadari kalau pintu salah satu kamar di ruangan itu kini telah terbuka.

Arman dan Jimmy saling berpandangan dan Bimo kembali berbisik ketakutan, “Padahal tadi masih tertutup...”

Lalu Pepen menjawab dengan ekspresi yang sama ketakutannya, “Tadi...aku yang membukanya...”

“Oh, sialan!” rutuk Bimo cukup keras. Mengapa bocah ini tidak mati saja???

Arman yang penasaran dengan isi kamar itu kini mendekati pintu kamar yang telah terbuka, dan sekali lagi dia merasakan tubuhnya membeku. Di dalam kamar, di atas tempat tidur, kembali nampak sesosok mayat dalam kondisi yang mengerikan. Lehernya juga nampak menganga terbuka dengan bekas darah memuncrat kemana-mana.

Kembali Bimo menarik kawan-kawannya untuk segera keluar dari villa itu, dan sambil berlarian panik mengikuti mereka, Pepen masih sempat berkata, “Aku kan sudah bilang kalau villa ini angker...”

Dasar bocah murtad! rutuk Bimo dengan jengkel. Mengapa harus terus mengingatkan hal itu?!

Sementara Jimmy yang sejak tadi juga gerah dengan ucapan Pepen tengah memikirkan bagaimana caranya mengunci bocah itu sendirian di dalam villa ini.

Sesampai di luar villa kembali, napas mereka nampak ngos-ngosan sementara kawan-kawan mereka yang masih menunggu di luar memperhatikan keempat cowok itu dengan bingung sekaligus heran dan ketakutan.

“Apa yang terjadi?” bisik Vivit pada Arman.

“Ada mayat-mayat di dalam,” jawab Arman dengan bingung.

Semua kawannya kontan bergidik. Mayat-mayat...?

Pepen kemudian berkata dengan penuh kepastian, “Sepertinya itu...itu bekas acara inagurasi para arwah...”

“Acara apa?!” Beberapa kawannya serempak bertanya.

“Inagurasi para arwah... Pem...pembantaian massal...”

Bimo rasanya ingin mencekik leher Pepen. Mengapa bocah ini bisa begitu cepat menemukan istilah yang mengerikan seperti itu?

Arman segera mengambil inisiatif. “Kita harus melaporkan hal ini pada polisi.”

“Lalu bagaimana dengan Gina?” tanya Vivit.

Arman seperti sudah memikirkan segalanya. “Hubungi polisi segera, dan nanti kita bisa minta tolong pada mereka untuk membawa Gina ke rumah sakit terdekat. Atau, kita bisa mencoba mendatangi villa yang lain...”

Bersambung ke: Misteri Villa Berdarah (5)